Abdul Hakam Naja

Jakarta(Metrobali.com)-

Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI Abdul Hakam Naja optimistis RUU Pilkada yang sudah dibahas selama dua tahun akan segera disetujui menjadi UU pada September mendatang.

“DPR dan Pemerintah menargetkan, RUU Pilkada sudah bisa dibawa ke rapat paripurna untuk disetuju menjadi UU pada pertengahan September,” kata Abdul Hakam Naja pada diskusi “Forum Legislasi: RUU Pilkada” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (19/8).

Hakam Naja menjelaskan, hingga saat ini tinggal satu pasal saja yang masih perlu disepakati bersama yakni soal wakil kepala daerah.

Posisi wakil kepala daerah ini, kata dia, masih akan disepakati apakah dipilih langsung bersama kepala daerah atau tidak dipilih satu paket dengan kepala daerah, tapi diusulkan oleh kepala daerah terpilih.

Menurut dia, masih ada dua opsi untuk posisi wakil kepala daerah, apakah dipilih hanya dari unsur pegawai negeri sipil (PNS) atau dari semua unsur termasuk unsur partai politik.

“Tarik-ulur lainnya, kepala daerah kabupaten/kota dipilih langsung karena Pilkada serentak akan diselenggarakan pada 2015 dan 2018. Kemudian, Pilkada serentak nasional akan berlangsung pada 2021,” katanya.

Menurut Hakam, DPR mengusulkan agar pemilu serentak nasional dilakukan pada 2021 agar ada tenggang waktu selama dua tahun setelah pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019.

“Kalau pemilu serentak nasional diselenggarakan pada 2019, maka eforia pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019 masih tinggi, sehingga pemilu kepala daerah akan bias,” katanya.

Politisi PAN itu menambahkan, anggaran Pilkada selama dari APBD dan ke depan harus dari APBN.

Pertimbangannya, kata dia, jika anggarannya dari APBD maka bisa disandera oleh kepala daerah seperti yang terjadi di Provinsi Lampung.

“Gubernur Lampung bersikeras, agar pilkada provinsi diselenggarakan pada 2014, sehingga KPUD tidak berdaya,” katanya.

Dari pengalaman tersebut, kata Hakam, pada pilkada serentak mendatang agar anggarannya dari APBN sehingga pemerintah daerah tidak bisa main-main dengan anggaran.

Soal sengketa pilkada, menurut Hakam, Komisi II DPR RI sudah melakukan konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, MK menyatakan terlalu banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan, sehingga Komisi II DPR akan menyerahkan sengketa pilkada tingkat provinsi kepada MA serta sengketa pilkada kabupaten/kota ke pengadilan tinggi di daerahnya masing-masing,” katanya. AN-MB