Johan Budi

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi menilai tidak etis bila Jero Wacik tetap dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, padahal ia sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

“Tapi kok rasanya tidak etis (Jero Wacik) dilantik apalagi sampai ada sumpah jabatan, sementara dia disumpah statusnya tersangka? Kan tidak enak juga didengar di telinga,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (4/9).

KPK pada Rabu (3/9) mengumumkan penetapan Jero Wacik sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk pemerasan, terkait sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM pada jabatannya sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2011-2013.

“Saya yakin Jero Wacik adalah warga negara yang taat hukum, dan kami menyarankan agar Pak JW fokus untuk menjalani proses hukum,” tambah Johan.

Johan pun kembali menegaskan bahwa KPK berwenang untuk memeriksa Jero Wacik meski ada aturan dalam UU MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3) yang mengatur mengenai pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana.

“JW ini belum menjadi anggota DPR jadi tidak ada kaitannya, tapi apakah dia akan dilantik atau tidak itu adalah domain KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan DPR. Tapi dari sisi KPK, proses hukum yang dijalani Jero Wacik tetap harus dilanjutkan di KPK. Jadi kita tidak terkait apakah dia dilantik atau tidak,” ungkap Johan.

Dalam UU MD3, pasal 245 ayat 1 UU menyatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

Dalam ayat 2 disebutkan bahwa persetujuan tertulis diberikan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan paling lama 30 hari.

Namun, ada pengecualian pada ayat 3 yaitu pihak kepolisian, kejaksaan dan KPK tidak perlu meminta izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPR jika (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.

KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus, yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin, tapi rapat itu ternyata fiktif.

Total dana yang diduga diterima oleh Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar. AN-MB