“Pertarungan ini berat. Bukan soal dia (Puspayoga) Wagub, tapi lawan saya Bu Mega (Megawati Soekarnoputri) dan PDIP-nya.” Kalimat itu terlontar secara spontan dari bibir Made Mangku Pastika saat menerima elemen komunitas muslim Bali di rumah pribadinya yang asri di Teras Ayung, Denpasar, Kamis (9/5).

Di balik kecemasan menunggu detik-detik Pilkada Bali, tersimpan semangat yang membara di benak jenderal purnawirawan polisi bintang dua berusia 62 tahun itu untuk memenangi pertarungan yang mahaberat.

Seiring dengan tumbangnya Orde Baru, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menjelma sebagai kekuatan besar dan sulit ditandingi oleh parpol lain.

Dalam tiga kali pemilu terakhir, PDI Perjuangan mendominasi perolehan suara sehingga warna merah identik dengan Bali. Apalagi nenek Megawati, Ida Ayu Nyoman Rai, yang juga ibu kandung Bung Karno itu berasal dari Banjar Baleran Bale Agung, Kabupaten Buleleng.

Siapa pun calon kepala daerah di Bali, tentu harus berani menanggung risiko gagal atau kalah jika berhadapan dengan kader atau calon dari parpol berlambang benteng gemuk dalam lingkaran itu.

Tak penting, apakah calon itu kualitasnya biasa-biasa saja atau memang berkelebihan. Namun, jika didukung oleh PDI Perjuangan sudah bisa dipastikan mimpinya sebagai penguasa “krama” Bali akan mudah terwujud. Terkecuali, jika kader PDI Perjuangan terpecah sehingga mudah bagi lawan untuk menaklukkannya, seperti yang terjadi di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Badung beberapa waktu lalu.

Wajar pula jika Pastika yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Bali berpasangan dengan Ketut Sudikerta sempat keder karena tujuh dari sembilan kabupaten/kota, kepala daerahnya berasal dari PDI Perjuangan.

Belum lagi, tudingan terhadap Pastika sebagai pengecut karena meninggalkan PDI Perjuangan yang mengantarkannya sebagai Gubernur Bali periode 2008–2013.

Hal itu mengakibatkan Pastika sulit bergerak, daerah-daerah yang dikuasai PDI Perjuangan menolak mentah-mentah sang gubernur. Sikap ramah dan simpati justru ditunjukkan sejumlah bupati dan wali kota kepada Puspayoga-Sukrawan yang jelas-jelas kader PDI Perjuangan.

Pastika tak yakin dengan sejumlah hasil survei sebelum pilkada karena karakter responden belum tentu sepadan dengan karakter masyarakat Bali pada umumnya.

“Saya nggak percaya begitu saja dengan hasil survei. Kalau sampai kalah, saya bisa lesu darah,” ujarnya menanggapi pernyataan seorang anggota elemen muslim di Bali mengenai hasil survei yang memenangkan pasangan Pastika-Sudikerta.

Memobilisasi massa PDI Perjuangan tidak sesulit simpatisan dan kader parpol lain. Pastika sadar bahwa massa PDI Perjuangan di Bali yang sangat mencintai sosok Megawati tidak mudah dipengaruhi oleh aliran politik apa pun.

“Bu Mega itu selama proses pilkada berlangsung berada di sini. Bisa dibayangkan, bagaimana totalnya beliau menghadapi saya,” tuturnya dengan napas yang naik-turun seakan menghadapi musuh yang siap melumatnya.

Keajaiban Hingga KPPS menuntaskan tugasnya, Rabu (15/5) lalu, Pastika belum bisa bernapas lega. Hasil survei Saiful Mujani Research&Consulting (SMRC) mencatat Puspayoga-Sukrawan memperoleh 50,31 persen, sedangkan Pastika-Sudikerta hanya 49,69 persen.

Hasil survei itu seakan menguatkan kemenangan Puspayoga-Sukrawan di empat kabupaten (Jembrana, Tabanan, Gianyar, dan Bangli) serta Kota Denpasar. Pastika-Sudikerta hanya menang di Buleleng, Badung, Klungkung, dan Karangasem.

Massa PDI Perjuangan pun menyambut sukacita berita kemenangan Puspayoga-Sukrawan itu. Ucapan selamat pun bertebaran di mana-mana. Sebagian simpatisan menggelar pesta. Bahkan, di kantor Sekretariat DPD PDI Perjuangan Bali di kawasan Renon, Denpasar, seakan berubah fungsi menjadi pujasera karena hampir setiap hari tersedia berbagai jenis masakan yang bisa dinikmati oleh siapa pun tanpa harus mengeluarkan uang.

Sementara itu, kubu Pastika-Sudikerta benar-benar “lesu darah” seperti yang dikhawatirkan oleh mantan Kapolda Bali itu sepekan menjelang pencoblosan.

Tak terdengar lagi teriakan “Bali Mandara” dari para pendukung Pastika-Sudikerta.

“Sudah waktunya Puspayoga naik,” kata beberapa orang di warung kopi mengomentari berita kemenangan Puspayoga-Sukrawan yang belum diverifikasi kebenarannya.

Beberapa pendukung Pastika-Sudikerta yang rata-rata dari kalangan menengah dan berpendidikan memilih diam dan pasrah menghadapi realitas politik di Bali.

Pendulum tak akan berhenti sebelum waktunya. Demikian pula dengan Pastika yang tak akan berputus asa menunggu kepastian. Baginya kepastian lebih penting daripada sekadar gelaran pesta yang hanya memberikan kepuasan sesaat.

Pastika mulai berpikir bahwa selisih perolehan suara yang tidak sampai 1 persen akan sulit dijadikan acuan, apalagi “random sampling error” mencapai 1 persen.

Keyakinan PDI Perjuangan akan kemenangan Puspayoga-Sukrawan berangsur-angsur goyah. Wasekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang sebelumnya yakin jagoannya menang dengan selisih 35.000 suara tiba-tiba berubah menjadi hanya 123 suara.

Perubahan selisih suara yang diklaim PDI Perjuangan terjadi ketika hasil rapat pleno oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di seluruh Bali yang mencatat bahwa Pastika-Sudikerta unggul 996 suara, Minggu (19/5).

Akumulasi hasil rekapitulasi PPK itu menyebutkan Pastika-Sudikerta meraih 1.063.734 suara (50,02 persen) dan Puspayoga-Sukrawan mendapatkan 1.062.738 suara (49,58 persen). Data perolehan suara itu juga tidak berubah hingga KPU kabupaten/kota, Kamis (23/5) lalu.

Rekapitulasi perolehan suara di KPU Bali, Minggu (26/5), juga menguatkan PPK dan KPU kabupaten/kota sekaligus menjawab keraguan sejumlah pihak meskipun kubu Puspayoga-Sukrawan menentang dan berniat melaporkan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh penyelanggara pilkada dan kubu Pastika-Sudikerta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Beberapa jam setelah pengumuman resmi KPU mengenai penetapan hasil Pilkada Bali disikapi Megawati dengan mengumpulkan sejumlah elite PDIP di vila pribadinya di kawasan Cucukan, Kabupaten Gianyar.

Sudah sewajarnya Megawati meminta pertanggungjawaban dari kadernya, terutama yang menjabat kepala daerah atau ketua parlemen karena kemenangan Pastika-Sudikerta bagaikan noda dalam perjalanan sejarah politik PDI Perjuangan di pulau seribu pura itu.

Sebaliknya, pengurus parpol pengusung Pastika-Sudikerta, seperti Golkar dan Demokrat, yang menjadi motor Koalisi Bali Mandara tidak terlihat adanya aktivitas yang berarti pascarapat pleno di KPU.

“Kalau pun menang, tentu ada keajaiban. Dan, kemenangan ini merupakan kemenangan rakyat Bali,” kata Pastika memupuskan kegamangannya sepekan menjelang pemungutan suara. M. Irfan Ilmie/Ant/MB