Kediri (Metrobali.com) –

Hujan batu kerikil mengguyur Kediri sebagai dampak akibat erupsi Gunung Kelud (1.730 mdpl) di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Dari pantauan, hujan kerikil tersebut mengguyur pada pukul 23.30 WIB. Awalnya sedikit, tapi lama-lama hujan batu dengan kencang turun.

“Saya terbangun dan ketika keluar rumah ada suara gemerisik, saya pikir itu hujan air, tapi ternyata kerikil,” kata Irma, salah seorang warga Kota Kediri, Jumat dini hari.

Ia mengaku suasana terlihat sangat mencekam, terlebih lagi cuaca juga mendung. Suara halilintar saling bersahutan, terutama di wilayah Gunung Kelud.

“Rasanya ngeri dan membuat merinding,” katanya.

Sementara itu, Dwi, salah seorang warga Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, terlihat tidak berhenti menangis. Ia yang kini tinggal di Kota Kediri mengaku sangat khawatir dengan keluarganya.

“Saya cemas, ingin pulang melihat keluarga, tapi tidak boleh,” kata remaja yang tinggal di Kota Kediri untuk meneruskan pendidikannya itu.

Hujan kerikil bukan hanya di luar ruangan, tapi juga sampai masuk ke dalam rumah. Kerikil lebih kasar daripada pasir itu memenuhi seluruh atap, lantai, jalan.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Kediri Edhi Purwanto mengatakan telah terjadi letusan sampai dua kali, pada pukul 22.50 WIB dan 23.00 WIB pada Kamis (13/2) malam, pascastatusnya naik menjadi awas.

“Pada pukul 23.30 WIB hujan batu terjadi di Kabupaten Ngancar, Plosoklaten bagian selatan dan sampai di Kecamatan Pare pada 23.35 WIB,” jelas Edhi.

Warga juga terus berbondong mengungsi mencari tempat yang lebih aman. Mereka terutama dari empat kecamatan yang terdampak.

Di Kabupaten Kediri, ada sekitar 66 ribu jiwa yang harus dievakuasi jika terjadi erupsi pada Gunung Kelud. Mereka adalah warga di empat kecamatan yang terdampak langsung bencana letusan, yaitu dari Kecamatan Ngancar, Kepung, Plosoklaten, dan Puncu.

Perubahan status Gunung Kelud relatif sangat cepat, dari sebelumnya aktif normal berubah menjadi waspada pada Minggu (2/2), dan berubah lagi menjadi siaga pada Senin (10/2) pukul 16.00 WIB, dan saat ini, Kamis (13/) pukul 21.15 WIB berubah statusnya menjadi awas.

Gunung itu pernah meletus sampai 25 kali, rentang 1000 sampai tahun 2007, dengan puluhan ribu korban jiwa, maupun materiil. Gunung tersebut meletus terakhir pada 2007, tapi secara “efusif” atau tertahan. (T.KR-FQH) (Ant)