Kajari Luhur Istighfar (tengah) didampingi Kasi Intel IGNA Ary Kesuma dan Kasi Pidsus Astawa

Denpasar, (Metrobali.com)-

Penyidikan kasus dugaan korupsi APBDes Desa Dauh Puri Klod yang dilakukan penyidik Pidsus Kejari Denpasar masih berjalan. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar, Luhur Istighfar, Rabu (6/11) pada wartawan menjelaskan dalam perkara ini, penyidik sudah menetapkan seorang tersangka yakni Ni Luh Putu Ariyaningsih, mantan bendahara Desa Dauh Puri Klod.

Adapun mantan perbekel I Gusti Made Wira Namiartha sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (PPKD) atau penanggungjawab pengguna anggaran masih berstatus saksi. “Bendahara kami tetapkan sebagai tersangka karena kami pastikan sudah ada dua alat bukti yang cukup,” ujar Kajari Luhur Istighfar didampingi Kasi Intel IGNA Ary Kesuma dan Kasi Pidsus Astawa.

Menurut Kajari yang belum genap dua bulan menjabat ini, penyidik masih berusaha mengembangkan dan memperdalam siapa saja yang diajak kerja sama tersangka Ariyaningsih. Penyidik juga belum menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjerat mantan perbekel. Untuk menetapkan tersangka lanjut Luhur Istighfar, penyidik memerlukan dua alat bukti dan melihat dilihat niat jahat dari pelaku. “Kami akan lihat, apakah pengembalian itu bentuk dari tindak pidana atau bukan. Apakah ada niat jahat di situ? Yang paling penting siapa yang memiliki niat jahat. Intinya mohon (media) bersabar,” kelitnya.

Dalam penyidikan kasus ini, penyidik ditegaskan kajari tidak terpengaruh dengan posisi Namiartha yang kini menjadi anggota dewan dari PDIP. Dia mengaku sudah pernah menangani masalah yang melibatkan anggota dewan.

Karena itu pihaknya memperdalam rangkaian perbuatan tersangka Ariyaningsih apakah melibatkan pihak lain. “Kemungkinan tersangka lain sedang kami dalami. Kalau ada dua alat bukti bisa dipertanggungjawabkan ke tingkat penyidikan, maka kami bisa menetapkan orang lain sebagai tersangka,” janjinya.

Luhur pun berharap tersangka Ariyaningsih memberi petunjuk keterlibatan pihak lain. Ditanya peran Ariyaningsih sehingga bisa ditetapkan sebagai tersangka, Luhur menjelaskaan, ketika ada kegiatan tersangka minta pencairan uang kepada perbekel. Setelah uang dicairkan dipegang bendahara kemudian digunakan.

Nah, ketika ada kelebihan anggaran, anggaran itu tidak jelas ke mana larinya. Bahkan tidak bisa pertanggungjawabkan.

Seperti diketahui dari hasil pemeriksaan Inspektorat Kota Denpasar, perbekel, kaur, dan bendahara ikut menggunakan uang Silpa. Setelah ada temuan tersebut ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp 300 juta lebih. mantan Perbekel Dauh Puri Klod I Gusti Made Wira Namiartha sebesar Rp 8,5 juta, kaur keuangan Rp 102 juta dan bendahara Rp 144 juta. Sedangkan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp 770 juta. Sementara berdasar temuan BPKP kerugian negara sekitar Rp 980 juta. (NT-MB)