130314_bawangpetani

Jakarta, (Metrobali.com) –

Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia menyatakan Nilai Tukar Petani (NTP) saat ini masih rendah sehingga banyak petani yang alih profesi menjadi pekerja informal, misalnya bekerja serabutan atau tukang bangunan.

“Sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar sektor ketenagakerjaan Indonesia, namun NTP dan upah buruh tani masih sangat rendah,” kata Peneliti LP3E Kadin Indonesia Suharyadi di Jakarta, Jumat (27/3).

Hal tersebut, ia sampaikan dalam Forum Diskusi Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, “Apakah Katahanan Pangan Kita Sudah Kritis?” yang juga dihadiri oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Suharso Monoarfa.

Ia mengatakan, saat ini generasi muda pun cenderung untuk meninggalkan sektor pertanian dan lebih memilih sektor industri dan jasa.

“Walaupun upah nominal buruh selama tujuh tahun terakhir mengalami kenaikan, namun sebenarnya upah riil buruh tani mengalami penurunan,” katanya.

Menurut Suharyadi, upah riil buruh tani cenderung turun, hanya pada bulan Januari 2014 yang mengalami peningkatan menjadi Rp39.372.

“Namun, jumlah ini kembali turun menjadi Rp38.605 per Februari 2015,” tuturnya.

Ia menjelaskan, jumlah upah buruh tani tersebut baik nominal maupun riil sangat kecil dibandingkan upah buruh sektor industri yang dipatok oleh pemerintah.

“Oleh karena itu, sangat masuk akal jika sektor pertanian terus ditingkatkan,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Wantimpres, Suharso Monoarfa mengatakan pemerintah terus berusaha agar Nilai Tukar Petani (NTP) tetap meningkat sehingga kesejahteraan petani dapat terjamin dan terpelihara.

“Dengan NTP yang meningkat maka dapat merangsang petani untuk meningkatkan daya beli dan meningkatkan produktivitasnya,” kata Suharso.

Menurutnya, ada beberapa kebijakan pemerintah agar NTP tetap meningkat, misalnya mendukung produksi pertanian, mendukung pasca produksinya, perdagangannya, termasuk penyimpanannya. AN-MB