Jhonson Penjaitan

Denpasar (Metrobali.com) –

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk tak sekedar berpidato melainkan turun tangan mengatasi konflik antara 2 lembaga publik yang telah mempertontonkan perang barbar antara instansi penegak hukum di Indonesia.

Hal ini disampaikan Kuasa hukum dari Indonesia Police Watch (IPW) Jhonson Pandjaitan di Denpasar, Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) ini mengungkapkan, penangkapan terhadap Bambang Widjojanto (BW) oleh Bareskrim Mabes Polri saat ini lebih dalam arti mempertontonkan sebuah perang barbar.

“Pertama, ada 3 institusi yang saat ini sedang perang barbar. Mereka adalah Presiden, Polri dan KPK. Mereka telah mempertontonkan perang barbar ke publik. Ini sangat memalukan. Publik Indonesia sudah tahu semuanya,” jelasnya, di Denpasar, Sabtu (24/1).

Kedua, ada upaya saling lobi antara ketiga kubu tersebut dengan cara diplomasi. Polri, KPK, dan Presiden Jokowi bertemu di Istana Negara. Namun hasilnya sebenarnya nihil.

Menurut Jhonson, publik juga sudah tahu, jika diplomasi itu hanyalah bentuk pembenaran diri masing-masing. Ketiga, imbuhnya, masing-masing lembaga saling menjaga image yang membuatnya beda tipis dengan munafik.

Ada banyak media yang memberitakan isi pertemuan yang sebenarnya. Dimana Presiden Jokowi marah-marah baik terhadap KPK maupun terhadap Polri. Namun saat berbicara ke publik, tampak ketiganya kompak.

“Ini munafik, publik sudah tahu semuanya,” ujarnya. Padahal pidato Jokowi itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah. “Kita butuh Jokowi turun tangan. Bukan hanya sekedar pidato di mimbar,” ujarnya.

Namun demikian, ketiga institusi tersebut punya independensi kehakiman masing-masing. Ini adalah image yang dibangun dari ketiganya.

Menurut Jonson, sebenarnya kasus BW ini adalah imbas dari politik pemilihan terhadap Kapolri Budi Gunawan. Imbas itu mengarah pada problem etika antar lembaga negara. Namun yang perlu diketahui adalah Presiden terlibat penuh menurut UU dalam pemilihan Kapolri setelah Kompolnas dan Institusi Polri.

Solusinya, Jokowi harus turun tangan dan bukan hanya sekedar marah-marah dan pidato. Presiden harus mempertegas MoU yang pernah terjadi antara Polri dan KPK dalam pemberantasan korupsi dan kemudian merujuk pada kasus-kasus sebelumnya yang membuat kedua lembaga tersebut sempat gesek-gesekan.

“Presiden harus proaktif membangun komunikasi, saling pengertian, di antara kedua lembaga tersebut sambil belajar dari kasus-kasus sebelumnya dan bagaimana penyelesaiannya,” pungkas dia.SIA-MB