shopaholicJakarta (Metrobali.com)-

 

Punya barang baru memang menyenangkan. Tak heran jika banyak orang ketagihan berbelanja meski sebenarnya produk yang dibeli tidak terlalu dibutuhkan. Menjadi shopaholic pun bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Adiksi akan belanja dapat mengganggu kondisi finansial jika dibiarkan dan bisa jadi tanda ada yang salah dengan kesehatan mental.

Psikolog klinis Kasandra Putranto membenarkan jika belanja berlebihan justru menimbulkan rasa senang. Hal itu dikarenakan Anda melakukan sesuatu yang melampaui pengendalian diri. Menurutnya, shopping bisa mengeluarkan endorphin dan dopamine yang meningkatkan rasa bahagia hingga imunitas. Meski bisa bikin Anda lebih sehat secara fisik, hal ini sebenarnya tetap tidak baik untuk kesehatan jiwa.

“Shopping bisa jadi sangat adiktif, bisa bikin orang gemetaran kalau tidak belanja. Kalaupun barangnya sudah punya, dia akan beralasan kenapa harus miliki barang itu,” kata Kasandra dalam acara pengenalan program Shopalogic yang diadakan Bank Permata di Atrium Mal Taman Anggrek, Kamis, (2/2/2017).

Menghentikan kebiasaan berbelanja ternyata juga tidak mudah. Kasandra mengatakan jika otak shopaholic dan otak orang yang tidak terlalu suka belanja memang berbeda. Orang kebanyakan umumnya punya kemampuan untuk mengendalikan diri yang tidak dimiliki penggila belanja. Lalu bagaimana jika shopaholic ingin berubah dan menghentikan kebiasaan buruk itu?

“Maka dari itu, kalau mau berubah harus perbaiki kinerja otak. Ubah pemikiran untuk mengubah perilaku atau ubah perilaku untuk ubah pemikiran,” saran Kasandra.

Jadi jika Anda tak mau lagi banyak berbelanja, ubah cara pikir atau perilaku. Misalnya bila Anda selama ini sering membeli busana, tetapkanlah pemikiran bahwa tidak perlu baju baru untuk tampil menarik. Atau jika Anda sering boros karena kartu kredit, sembunyikan atau simpan kartu tersebut saat bepergian lalu gunakan uang tunai saja. Sumber : Wolipop