Dr. Ir. Safri Burhanuddin

Deputy Bidang Koordinasi SDM, Iptek & Budaya Maritim Kementerian Kemaritiman RI, Dr. Ir. Safri Burhanuddin, D.E.A, dan seorang pakar kimia Prof. Vasudevan dari India

Badung (Metrobali.com)-

Persoalan sampah sampai saat ini masih menjadi persoalan klasik dan pelik di dunia, termasuk juga Indonesia. Yang menjadi perhatian dan atensi oleh pakar lingkungan, yakni masalah sampah plastik yang sedang dihadapi negara di dunia. Bangsa Indonesia, bahkan menempati peringkat dua, sebagai penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Sebuah predikat yang tentu sangat tidak bagus untuk disanjung dan dibanggakan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia bersama pemerintah di daerah, terus mencari cara untuk mengatasi persoalan sampah, khususnya sampah plastik ini.

Dalam sebuah workshop “Plastik Tar Road Sebagai Solusi Penanggulangan Sampah Plastik” di Kampus Unud Jimbaran Kamis (15/6/2017), Deputy Bidang Koordinasi SDM, Iptek & Budaya Maritim Kementerian Kemaritiman RI, Dr. Ir. Safri Burhanuddin, D.E.A, menerangkan, bersama seorang pakar kimia Prof. Vasudevan dari India yang telah sukses memanfaatkan sampah plastik untuk jalan aspal, Indonesia akan mengadopsi kiat tersebut untuk mengurangi sampah khususnya sampah plastik, dan memanfaatkan kembali sampah menjadi sesuatu yang berguna.
Untuk itu, pihaknya akan menunjuk Universitas Udayana, Unud, menjadi pilot proyek pertama di Indonesia untuk pembuatan jalan aspal dengan memanfaatkan sampah plastik. Untuk teknologinya, akan diadopsi dari India yang telah berhasil memanfaatkan sampah plastik untuk pembuatan jalan.
Dr. Safri mengatakan, Indonesia memproduksi sampah plastik nomor dua terbesar di dunia. Sementara India yang jumlah penduduknya jauh lebih banyak, justru tidak masuk 10 besar penghasil sampah plastik. Hal ini karena India sejak tahun 2002, telah berhasil memanfaatkan sampah plastik untuk pembangunan jalan aspal.
“Indonesia harus segera berbuat sesuatu mengingat tingginya produksi sampah plastik tersebut”, ujarnya.
Ada banyak keuntungan dari pembuatan jalan berbahan plastik. Diantaranya, bisa menekan biaya pembuatan jalan, dan sangat minim perawatan. “Kita khan tahu, dana pembuatan jalan sangat besar, belum lagi biaya perawatannya”, ungkapnya.
“Sejak India membuat jalan yang memanfaatkan sampah plastik di tahun 2002, nyaris tak ada jalan yang bolong atau pun rusak. Ini artinya tidak ada biaya perawatan,” katanya.
Dr. Safri mengungkapkan, dengan memanfaatkan sampah plastik untuk pembuatan jalan aspal, maka pemerintah Indonesia bisa menghemat biaya perawatan dan bisa dipakai membuat jalan baru. Sementara itu, menurut Prof. Vasudevan, mengatakan dengan memanfaatkan sampah plastik, bisa menghemat biaya pembuatan jalan aspal hingga 10 persen. Dalam pembuatan jalan aspal, 10 persennya terdiri dari sampah plastik yang sudah diolah sedemikian rupa.
“Pengolahannya tidak memerlukan teknologi tinggi, karena prosesnya cukup sederhana, yakni sampah plastik dikumpulkan lalu dicacah kecil-kecil kemudian dicampur dengan bahan lain pembuatan jalan seperti batu dan aspal”, jelasnya. Untuk tahap awal, Unud yang menjadi pilot proyeknya, pembuatan jalan dari sampah plastik akan dimulai bulan Juli nanti sepanjang 1,2 km di jalan kampus di bawah supervisi pakar dari India. “Setelah di Unud, jalan dari bahan sampah plastik ini akan dikembangkan ke daerah lainnya di Indonesia”, ucapnya. ARI-MB