Keterangan foto: Peresmian Hutan Belajar pada Sabtu, 20 Maret 2021 di Kawasan Hutan Lindung Banjar Yeh Buah, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana/MB

Jembrana (Metrobali.com) –

Berawal dari keprihatinan terhadap alih fungsi lahan di Hutan Bali Barat, Basebali bersama Yayasan IDEP Selaras Alam merancang Hutan Belajar sebagai upaya konservasi dan edukasi terhadap masyarakat. Selama lebih dari sembilan tahun, kedua organisasi lokal ini memperjuangkan upaya pelestarian hutan Bali Barat. Dimulai dari program Hutan Sekolah yang mendapat tanggapan baik dari masyarakat hingga lebih luas menjadi Hutan Belajar.

Hadirnya Hutan Belajar tidak hanya sebagai media pembelajaran bagi masyarakat lokal, melainkan juga mencerminkan konsep yang selaras antara lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya. Terlebih terkait konservasi hutan yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, baik bagi lokal maupun global.

Dalam prosesnya, Hutan Belajar perlahan mulai mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat seperti kelompok Desa Tangguh Bencana (Destana), Kelompok Tani Hutan, dan Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Univarsitas Udayana. Tidak hanya itu, dukungan juga datang dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Bali Barat sebab hutan juga menjadi habitat bagi tanaman maupun binatang endemik Jembrana. Dukungan ini kemudian ditandai dengan peresmian Hutan Belajar pada Sabtu, 20 Maret 2021 yang juga bertepatan dengan perayaan Tumpek Wariga—hari suci sebagai pemuliaan terhadap tanaman di Kawasan Hutan Lindung Banjar Yeh Buah, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana.

Kegiatan Hutan Belajar

Peresmian Hutan Belajar menjadi momen yang sangat penting sebab itu tidak hanya sekadar seremonial, melainkan juga penyelarasan antara Sekala (terlihat) dan Niskala (tidak terlihat). “Kalo niskala kita melakukan ritual keagamaan dan sekala kita akan melakukan penanaman pohon,” ungkap Putu Bawa, perwakilan dari Basebali.

Penanaman pohon yang dilakukan berdekatan dengan Hari Hutan Sedunia ini didominasi oleh tanaman endemik Jembrana dan tanaman untuk konservasi air. Hutan Belajar dengan luas 4 hektar akan ditanami Kwanitan, Pala Bali, Durian, Bambu Kuning, Akar Wangi, Ancak, Intaran, Kelapa Daksina, Bambu Tali dan Pentung Hitam, Cempaka, dan Majegau. Kemudian, ritual keagamaan dilakukan dengan upacara Ngatagin Pohon yang dipandu oleh pemangku dan bendesa adat dari Yehembang Kauh, Kedisan, Yeh Buah, dan Munduk Anggrek. Kedua kegiatan tersebut dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan selalu mengikuti protokol kesehatan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.

Putu Bawa juga berharap bahwa kegiatan ini akan menghasilkan komitmen bersama bagi pemerintah, Desa, Basebali, Yayasan IDEP, Kelompok Tani Hutan, dan masyarakat sekitar untuk sama-sama menjaga hutan. Agar terciptanya keseimbangan antara ekologi dan ekonomi melalui upaya konservasi yang diperjuangkan Hutan Belajar.

Pelestarian Tanaman Endemik Bali

Upaya konservasi melalui Hutan Belajar salah satunya mengenai pelestarian tanaman dan binatang endemik Jembrana. Untuk itu dalam kegiatan reboisasi, program ini  mengutamakan pengembangbiakan dari tanaman endemik Jembrana. “Jadi tempat pembibitan yang kita buat juga dikhususkan untuk tanaman endemik,” jelas Sayu Komang dari Yayasan IDEP Selaras Alam.

Adapun tanaman-tanaman endemik yang masuk dalam program pembibitan Hutan Belajar, diantaranya seperti Kwanitan, Majegau, hingga Bambu Hitam. Tanaman ini pun nantinya menjadi tanaman pakan bagi spesies endemik lainnya, seperti Siung ataupun Celepuk Bali. Keterikatan antar spesies endemik ini memperlihatkan bahwa Hutan Belajar juga menjadi upaya untuk menjaga kekayaan biodiversitas dari Hutan Bali Barat. Mengingat pentingnya menjaga biodiversitas hutan untuk mencegah bencana ekologi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, hingga krisis iklim.