hamzah haz

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan Wakil Presiden Hamzah Haz membesuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan Fuad Amin Imron yang ditahan di rumah tahanan KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur.

“Mau menjenguk Pak Fuad. Pak Fuad itu masuk keluarga besar saya. Orang tuanya dulu adalah sahabat saya, banyak membantu saya di DPR dan juga waktu saya menjadi ketua umum PPP jadi saya wajib datang,” kata Hamzah saat tiba di gedung KPK Jakarta, Kamis (8/1).

Hamzah membenarkan bahwa ia adalah besan dari Fuad.

“Iya,” jawab Hamzah saat ditanya wartawan apakah ia adalah besan Fuad.

Namun Hamzah mengaku tidak mengetahui mengenai kasus yang membelit besannya tersebut.

“Oh saya tidak mengerti. Saya tidak tahu. Saya itu dengan orang tuanya paling akrab ya,” ungkap Fuad.

Wakil Presiden periode 2001-2004 tersebut mengaku Fuad pernah membantunya semasa Hamzah berada di parlemen.

“Ia (Fuad) yang membantu saya dulu, orang tuanya baik waktu saya jadi ketua fraksi DPR, fraksi Persatuan (Pembangunan) dan Ketua Umum PPP, itu dia orang tuanya membantu di Madura,” tambah Fuad.

Kasus suap terhadap Fuad Amin sendiri terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko dan perantara penerima suap yaitu Rauf serta perantara pemberi suap yaitu Darmono pada Senin (1/12). Selanjutnya pada Selasa (2/12) dini hari, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan.

Fuad Amin saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas agar Kabupaten Bangkalan mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).

Kabupaten Bangkalan dan Pulau Madura memiliki hak diprioritaskan mendapatkan alokasi gas bumi untuk kebutuhan pembangkit berbahan bakar gas (PLTG) karena berguna untuk pengembangan industri di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, kebutuhan kawasan industri dan kebutuhan rumah tangga warga Bangkalan.

Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad karena PHE-WMO menemui instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun.

Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan, Madura, merupakan tanggung jawab PT MKS yang merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Berdasar PJBG tersebut, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP) atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.

Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Perjanjian yang mengatur “Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa” antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS akibatnya, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Tersangka lain adalah Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta. AN-MB 

activate javascript