DHARMA ADHYAKSADharma Adhyaksa, Ida Pedande Sebali (kiri), Sugi B. Lanus (peneliti lontar dan sastra Bali), Putu Wirata Dwikora (Ketua Sabha Walaka)

Denpasar (Metrobali.com)-

Dharma Adhyasa PHDI Pusat, Ida Pedande Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa menegaskan, Teluk Benoa merupakan Kawasan Suci yang patut dijaga dan dilestarikan. Kalau ada pendangkalan, sampah kiriman dari hulu, solusinya adalah dengan  melakukan pengerukan, dan syukur hasil kerukannya bisa digunakan untuk mengurug pinggiran pantai yang telah kena abrasi, agar luasannya pulih kembali. Dharma Adhyaksa menegaskan hal itu, Jumat (4/3) di Gria-nya di Denpasar, ketika menerima sejumlah wartawan, didampingi Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat, Putu Wirata Dwikora, pakar dan peneliti sastra Bali kuna Dr. Nyoman Sugi B. Lanus, dan Nyoman Merta Wigarba, pemimpin redaksi Majalah Sradha.

Pedanda menyatakan hal itu setelah mendengar masukan, termasuk kajian dan rekomendasi Pasamuhan Sabha Walaka yang terus di-update datanya, setelah Pasamuhan Sabha Walaka PHDI 11 Oktober 2015 lalu di Denpasar.

Posisi PHDI memang cukup santer dikritik umat Hindu karena Tim 9 Sulinggih yang dibentuk untuk mengkaji status Teluk Benoa dalam kaitan reklamasi, dinilai terlalu lamban mengerjakan amanat Pasamuhan Sabha Pandita di Jakarta tersebut. Namun, ketika ada presentasi ANDAL di kantor Gubernur Bali beberapa waktu lalu, Tim 9 justru hadir dan melalui Ketua Timnya, Mpu Jaya Acaryananda melontarkan pernyataan yang dinilai cenderung menyetujui reklamasi. Padahal, selama ini dinyatakan, Tim belum punya kesimpulan. Lalu, ketika Tim 9 menggelar jumpa pers pada 23 Pebruari lalu di gedung Paska IHDN Denpasar, yang diekspos hanyalah informasi bahwa Tim sudah menyelesaikan tugas. Soal apa isi kajian Tim 9, sama sekali tidak dibuka ke media. Ketua Tim 9 menegaskan, hasilnya akan disampaikan ke Sabha Pandita, jadi tidak mau mendahului mengeksposnya ke media.

Dharma Adhyaksa, yang sangat sibuk memenuhi undangan umat Hindu diluar Bali, rupanya belum menerima hasil kerja Tim 9 tersebut. Namun, beliau menegaskan sudah berkomunikasi dengan Tim dan menyampaikan bahwa tugas Pandita adalah memberikan arahan kepada umat untuk menenteramkann, dan tidak boleh membuat umat jadi resah. Soal status Teluk Benoa, Sabha Pandita memang dibantu Sabha Walaka sebagai pakar untuk menyiapkan bahan, dan itu perintah AD/ART PHDI.

‘’Apa yang diuraikan dalam naskah Sabha Walaka, sudah sangat bagus dan komprehensif. Disitu ada Pura, Campuhan, Loloan, karang tenget yang sangat diyakini suci. Norma agama Hindu dalam Sad Kertih, mengajarkan bahwa, salah satunya yakni Samudra Kertih, mewajibkan umat melestarikan laut. Kalau ada kerusakan, pemerintah bersama umat harus merestorasi dan revitalisasi bukan dengan reklamasi,’’ katanya.

Pernyataan ini menjawab keraguan masyarakat terhadap sikap PHDI yang selama ini dicurigai cenderung pro-reklamasi, dan terus menunda-nunda menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci. Padahal, selain norma agama Sad Kertih yang diuraikan tadi, Bhisama No. 11/PHDI/1994 tentang Kesucian Pura, Perda Bali tentang Tata Ruang Prop Bali, Perda Kabupaten Badung tentang Tata Ruang Kabupaten Badung, bahkan Perpres tentang Sarbagita yang direvisi menjadi Perpres No. 51/2014 pun mengakomodasi kearifan lokal Hindu di Bali tersebut.

Sabha Walaka pun sudah memutuskan untuk merekomendasikan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci, berdasarkan bhisama, kajian sastra dan kajian planologi yang dikerjakan oleh Dr. Sugi B. Lanus dan tim teknis ForBali, yang sampai kini telah memetakan ada 70 titik suci di kawasan tersebut.

Ketua Sabha Walaka PHDI, Putu Wirata menambahkan, dengan tetap mengapresiasi Tim 9 Suinggih yang telah merampungkan kajiannya tentang Teluk Benoa serta Reklamasi, menyebut,’’Kami di Sabha Walaka tetap mencari masukan untuk memperdalam argumen tentang status Kawasan Suci tersebut. Tidak perlu dibenturkan dengan Tim 9, karena Sabha Walaka diamanatkan untuk menyiapkan bahan Pasamuhan Sabha Pandita oleh AD/ART PHDI,’’ katanya. RED-MB