Copy of IMG_3705

Tiada hari tanpa alunan instrumen musik tradisional gamelan mengiringi kelincahan dan olah tubuh sang penari. Alunan musik dan gerak tari menyatu dalam kehidupan yang kaya nuansa serta cita rasa keindahan Pulau Dewata.

Menabuh gamelan dan aneka tari merupakan rutinitas kehidupan orang Bali yang mengasyikan, dilakoninya dengan suka cita, karena mereka beranggapan kesenian merupakan persembahan, ibadah sekaligus ekspresi estetik.

Legong salah satu dari puluhan jenis tari Bali cukup mengagumkan, tari yang awalnya tumbuh dalam lingkungan keraton (kerajaan) ditarikan oleh gadis-gadis belia.

Dengan keindahan hiasan di kepala, dilengkapi busana keemasan itu bertutur tentang cinta, kedamaian maupun keindahan flora. Geraknya yang luwes, penuh semangat mampu mengundang decak kagum penonton.

Seperti namanya gamelan Bali, mudah dijumpai kapan dan di mana saja termasuk di banjar-banjar (dusun) di lingkungan wilayah Kota Denpasar, ibu kota Provinsi Bali, yang memang penuh gebyar kini merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-226.

Perayaan yang mengusung tema “Bersama masyarakat membangun dan peduli Kota Denpasar” di pusatkan di lapangan Niti Praja Lumintang Denpasar pada hari Kamis (27/2) melibatkan karyawan-karyawati seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkot Denpasar.

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, Bali, telah menjalin kerja sama bidang seni budaya sebagai kota kembar dengan Kota Katsuragi, Jepang yang memiliki kesamaan dalam bidang budaya.

Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menjelaskan, kota kembar budaya lintas negara itu dirintis, karena seni kaligrafi dan Baligrafi serta musik Taiko Jepang dan seni kendang Bali sangat mungkin untuk dikolaborasikan untuk menghasilkan karya seni yang mengagumkan.

Denpasar sebagai Ibu Kota Provinsi Bali sekaligus pusat pemerintahan, pendidikan, dan bisnis dengan jumlah penduduk mendekati 800 ribu jiwa serta luas wilayah 127,75 kilometer persegi, memiliki berbagai kreativitas seni dan budaya masyarakat.

Potensi itu dapat terus dikembangkan dan dipertahankan sehingga bisa memberikan dampak positif kepada masyarakat, tutur Rai Mantra, putra dari almarhum Ida Bagus Mantra, mantan Gubernur Bali.

Pemkot Denpasar melakukan berbagai upaya dan terobosan untuk menjadikan Kota berwawasan budaya antara lain melibatkan masyarakat merayakan Tumpek Klurut, sebagai suatu momentum dan penghormatan secara massal terhadap seni tabuh maupun hari Tumpek Landep menjaga kesucian keris pusaka.

Kota Denpasar sama halnya dengan Kota Katsuragi Jepang memiliki zona kawasan peninggalan sejarah atau “heritage” yakni dari Puri Pemecutan, kawasan Gajah Mada, Patung Catur Muka Denpasar, menuju kawasan Inna Bali Hotel, dan berakhir di kawasan Puri Satria.

Masyarakat setempat memiliki kepedulian yang tinggi untuk tetap melestarikan dan mengembangkan ragam budaya untuk menjadikan Kota Denpasar sebagai anggota tetap The Organizational of World Haritage City (OWHC) yang melibatkan 250 kota di dunia.

Di Indonesia hanya ada dua kota yang telah diakui sebagai anggota tetap OWHC, selain Denpasar, Bali adalah Surakarta, Jawa Tengah.

Jejarong Kota Pusaka Budayawan Bali yang juga mantan dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana Wayan Geriya yang dipercaya sebagai ketua tim penulisan buku “Jelajah Keris Bali Pusaka Budaya Nusantara” yang digagas Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menilai, Denpasar tidak hanya menjadi anggota tetap OWHC, namun juga tercakup dalam jejaring Kota Pusaka Indonesia (JKPI).

Penerbitan buku tentang keris yang diluncurkan bertepatan dengan Hari Tumpek Landep itu dilantarbelakangi begitu besarnya kepedulian masyarakat, khususnya Kota Denpasar terhadap keris sebagai representasi ageman jatidiri.

Selain itu juga memiliki fungsi sosial, nilai kultural spiritual dan taksu, sekaligus bukti respon kreatif terhadap penghargaan UNESCO yang telah menetapkan keris sebagai warisan budaya yang ditetapkan sejak 2005.

Wali Kota Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menilai buku berjudul “Jelajah Keris Bali” sebagai satu karya monumental bidang pustaka budaya, sekaligus memberikan apresiasi karena memperoleh momentum yang tepat tentang dinamika Kota Denpasar sebagai kota kreatif dan kota pusaka yang mengedepankan wawasan budaya.

Makna esensial untuk memperkokoh kehidupan harmoni dan bhakti antara manusia terhadap tuhan, alam dan sesama manusia searah dengan filosofi “Tri Hita Karana” dan diharapkan mampu memenuhi ekspektasi publik dalam penguatan dimensi spiritual masyarakat dan bangsa.

Selain itu mengokohkan jati diri dan ageman diri sebagai manusia berkarakter memiliki ketajaman pikiran rasa dan nurani, sekaligus mampu menumbuh kembangkan toleransi, sikap paras-paros berwawasan multikultural dan mengapresiasi nilai-nilai publik yang luhur dan damai.

Buku puisi Salah satu dari banyak kegiatan dalam memeriahkan hari jadi Kota Denpasar yang ke-226 peluncuran buku kumpulan puisi berbahasa Bali berjudul “Denpasar lan Don Pasar” (Denpasar dan Sasaran Pasar).

Penyunting buku tersebut Prof Dr I Nyoman Darma Putra menjelaskan, peluncuran buku kumpulan puisi oleh Wali Kota Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra merupakan momentum yang tepat bagi sastrawan Bali modern mengadakan reuni.

Peluncuran buku tersebut juga diisi dengan ulasan tentang sastra Bali modern dan dramatisasi puisi karya IDG Windhu Sancaya yang berjudul “Ida Bagus Mantra”, salah satu puisi yang termuat dalam kumpulan “Denpasar lan Don Pasar” .

Dramatisasi dibawakan oleh Sanggar “Widya Acarya”, Denpasar. Buku kumpulan puisi Denpasar “Lan Don Pasar” (2013) disunting I Nyoman Darma Putra bersama AAN Oka Wiranata, dan I Gde Gita Purnama berisi sekitar 100 puisi bertema Denpasar karya dari 34 penyair.

Buku tersebut memberikan gambaran tentang kota Denpasar dari para penyair yang diungkapkan dengan bahasa imajinatif, indah, dan menarik untuk direnungkan.

Penyair tiga generasi, penyair senior dan penyair yunior yang bermukim di Kota Denpasar dan sekitarnya ikut menyumbangkan karyanya dalam kumpulan “Denpasar lan Don Pasar”.

Mereka bisa dikategorikan ke dalam tiga generasi, seperti generasi awal yang sudah menulis sejak tahun 1960-an antara lain I Nyoman Manda, I Gde Dharna, I Made Sanggra (alm), IGP Bawa Samargantang, Nyoman Tusthi eddy, Djelantik Santha; dan Made Taro.

Generasi lanjut yang mencipta tahun 1980-an dan 1990-an antara lain I Made Suarsa, IDK Rakakusuma, IDG Windhu Sancaya, Ida Bagus Rai Putra; dan generasi 2000-an yang menulis belakangan termasuk Tudekamatra, Made Sugianto, Agoes Sutrarama, Putu Eka Gunayasa, dan sejumlah penyair muda dari kalangan perempuan seperti Luh Yesi Candrika, Dewa Ayu Carma Citrawati, Ni Made Ari Dwijayanthi, dan Ni Kadek Widiasih.

Buku yang diluncurkan itu termasuk istimewa karena menampilkan karya penyair lintas generasi dan menjadi salah satu kekayaan sastra yang menjadi bagian penting sejarah sastra Bali modern.

Buku tersebut secara khusus dikemas untukmengumpulkan puisi-puisi tentang kota Denpasar. Selama ini, gambaran terhadap kota Denpasar, citra kota, sejarah, pesona, kondisi, lanskapnya, dan aspek lainnya dilukiskan dalam foto, lukisan, dituangkan dalam film, atau ditulis dalam buku monografi atau karya ilmiah.

Kali ini, melalui dua buku itu, pembaca khususnya warga kota Denpasar bisa menyimak citra kotanya melalui karya puisi. Para penyair dalam buku puisi berbahasa Bali atau Indonesia.

Kedua buku itu mampu memberikan gambaran lain dari situasi kota Denpasar, tutur Darma Putra. AN-MB