IMG_20160520_212534_806
Pelatihan jurnalis untuk perubahan iklim di Kuta Bali, Jumat (20/5/2016)/MB

Kuta, (Metrobali.com) –

Praktisi Komunikasi Perubahan Iklim Emilia Bassar saat ditemui dalam pelatihan jurnalis untuk perubahan iklim di Kuta Bali, Jumat (20/5/2016) menjelaskan, perubahan iklim itu sudah nyata di depan mata. Dampak fenomena alam ini sudah jelas-jelas dirasakan di berbagai belahan bumi ini.

“Namun anehnya, perubahan iklim dan berbagai solusinya belum menjadi agenda bersama, agenda publik. Dan mirisnya, masih banyak orang menganggap jika perubahan iklim itu masih belum nyata,” ujarnya.

Padahal, imbuhnya, dampaknya sudah nyata terjadi. Ada banjir, ada kemarau panjang, ada gempa, ada kenaikan permukaan laut, ada longsor, ada abrasi, dan sebagainya.

Sementara itu, Ketua Tim Ahli Utusan Khusus Presiden Pengendalian Perubahan Iklim Amanda Katili Niode menjelaskan, Indonesia sudah komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan berbagai upaya yang dilakukan. Namun hingga saat ini berbagai kasus pencemaran lingkungan tetap saja terjadi.

“Kita tidak perlu berputus asa. Berbagai upaya harus terus dilakukan sehingga bumi ini tetap terjaga kelestariannya,” ujarnya.

Hasil teropong satelit oleh BMKG menunjukan, terjadi perubahan cuaca, badai dalam 20 tahun terakhir. Saatnya musim hujan ternyata panas, saatnya musim panas ternyata hujan. Perubahan musim seperti ini juga berdampak pada munculnya sejumlah penyakit, menurunkan produksi pangan, dan seterusnya.

“Beberapa negara tropis dan juga beberapa negara di Eropa dan Amerika juga sudah mengalami nasib tragis akibat perubahan iklim. Menariknya, dampak seperti angin puting beliung, badai tropis, justeru terjadi di wilayah-wilayah yang penduduknya berada di bawah garis kemiskinan,” tandasnya. SIA-MB