Denpasar (Metrobali.com)-

            Teka-teki siapa mengusulkan nama Besakih – Gunung Agung dan sekitarnya menjadi nama salah satu dari sebelas KSPN di wilayah Provinsi Bali mulai terkuak. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Prof. Dr. Ir. I Gde Pitana, M.Sc mengemukakan, usulan tersebut berasal dari hasil rapat sinkronisasi dan harmonisasi pemerintah pusat dengan berbagai komponen masyarakat Bali yang dilakukan dari tahun 2010 hingga pertengahan  2011.

“Saya tidak ingat betul itu,” kata Pitana menjawab pertanyaan wartawan dalam temu pers yang difasilitasi Biro Humas Setda Provinsi Bali di sela-sela Kongres II Kebudayaan Bali di Hotel Inna The Grand Bali Beach Sanur, Rabu, 25 September 2013 pagi. “Yang saya ingat”, imbuh mantan Kadiparda Bali itu, nama itu disepakati dalam rapat-rapat sinkronisasi dan harmonisasi yang dilaksanakan sehingga  dapat diproses menjadi PP 50 Tahun 2011 pada akhir 2011.

Rapat sinkronisasi dan harmonisasi itu diikuti berbagai komponen masyarakat Bali, termasuk didalamnya utusan PHDI, MUDP, MMDP, Pemkab/Pemkot se-Bali dan kalangan akademisi. Semua pihak dapat mengusulkan nama KSPN. Dengan demikian, nama KSPN Besakih – Gunung Agung dan sekitarnya bukan atas usul Gubernur Made Mangku Pastika, tetapi kesepakatan rapat sinkronisasi dan harmonisasi bersama.

Pitana menjelaskan, dalam rapat sinkronisasi dan harmonisasi di Bali tidak ada komponen masyarakat yang mengusulkan nama Pura Besakih atau pura lain sebagai nama KSPN. Dalam PP 50 Tahun 2011 pun tidak ada menyebutkan nama pura. Oleh karena itu, sangat tidak benar apabila ada media memberitakan nama pura sebagai nama KSPN. Yang ada adalah nama geografis atau nama wilayah atau areal.

Rapat sinkronisasi dan harmonisasi sejenis dilakukan di daerah lain misalnya di Jawa Timur (Jatim). Itu sebabnya dari sejumlah KSPN di Jatim salah satunya diberi nama KSPN Alas Purwo yang mengacu pana nama tempat, bukan nama pura di sana.

 Kotak Kosong

Polemik mengenai penamaan KSPN yang kini tengah diangkat sejumlah media massa, menurut Pitana, semestinya tidak perlu terjadi karena data dan faktanya sudah sangat jelas. Disamping itu, PP 50 tahun 2011 tidak secara otomatis berlaku di daerah karena masih harus dibreakdown dengan aturan yang lebih detail dalambentuk rencana induk pembangunan pariwisata provinsi dan rencana detail pembangunan pariwisata kabupaten/kota. Tanpa aturan turunan tersebut, KSPN tidak akan bisa berjalan. Dalam posisi tersebut, PP 50 tahun 2011 ini hanyalah menjadi blue print perencanaan pembangunan pariwisata nasional yang hanya akan menjadi kotak kosong jika tidak ditindaklanjuti dengan peraturan yang lebih detail di daerah.

Menjawab pertanyaan soal kekhawatiran dibangunnya fasilitas umum dan fasilitas pariwisata dekat tempat suci di Bali, Pitana menegaskan, tidak mungkin terjadi sepanjang masyarakat diajak aktif mengawal implementasi PP 50 ini. Tidak akan ada pembangunan hotel berbintang, lapangan golf atau cafe dan sejenisnya di kawasan suci seperti Pura Agung Besakih, maupun kawasan suci pura lainnya. Jaminan itu disampaikan Pitana karena UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengamanatkan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan nasional agar berbasis lokal termasuk kearifan lokal, semangat budaya dan spiritual masyarakat pendukungnya.

Pitana juga menegaskan pemerintah pusat tidak akan bisa melakukan itu sendiri implementasi PP itu tanpa melibatkan daerah. Pusat tidak mungkin menyusun Rencana Induk Provinsi dan Rencana Detail Kabupaten/Kota karena tidak tahu kondisi riil di daerah. Diberi waktu 10 tahun pun tidak bisa. Itu sebabnya, kedua aturan diserahkan pada daerah. “Silakan daerah menyiapkan hal itu,” cetus Pitana.

Jaminan yang sama disampaikan Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali Jro Gede Putu Suwena Putus Upadhesa dan petajuhnya Ida I Dewa Gede Ngurah Swasta, SH. Menurut keduanya, tidak mungkin MUDP atau desa pakraman di mana KSPN berada mengijinkan pembangunan hotel atau fasilitas pariwisata secara liar apalagi sampai mengobok-obok pura. Pembangunan hotel, taman rekreasi, dan fasilitas lainnya harus diatur dalam rencana detail yang dalam penyusunannya melibatkan masyarakat setempat yang tentu saja harus memperhatikan Perda 16/2009 tentang RTRWP Bali dan Bhisama Kesucian Pura.

Temu pers dilaksanakan untuk menyampaikan klarifikasi atas pemberitaan sejumlah media massa di Bali, terutama kelompok media Bali Post, yang dalam beberapa hari terakhir gencar mengembangkan opini publik mengenai KSPN Besakih – Gunung Agung namun tidak sesuai fakta dan data. Arah pemberitaan Bali Post dinilai telah melenceng dari kaidah dan koridor pengembangan opini publik yang baik karena fakta dan data yang dijadikan tolok ukur pembuatan ataupun penyusunan opini publik tidak sesuai fakta dan data serta nilai dan norma yang ada dan berlaku.

Selain Prof. Dr. Ir. I Gde Pitana, M.Sc, narasumber dalam acara ini adalah Jro Gde Putu Suwena Putus Uphadesa, Ida I Dewa Gde Ngurah Suasta, Karo Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng, SP, M.Si dan Kadiparda Bali Ida Bagus Subhiksu. NOM-MB