mahasabha III Denpasar (Metrobali.com)-

Secara historis, warga Bhujangga Waisnawa merupakan keturunan Rsi Markandeya yang dipercaya menjadi penasehat raja, dan memimpin upacara yadnya pada jamannya. Hal tersebut berarti warga Bhujangga Waisnawa pada jamannya memiliki kemampuan intelektual dan kebijaksanaan sebagai pengayom dan pelindung, serta menguasai semua bidang ilmu dan keahlian sebagaimana seorang brahmana. Selanjutnya kewajiban warga Bhujangga Waisanawa sebagai pelindung tersebut pun juga telah ditegaskan kembali oleh Mpu Kuturan sebagai keturunan Bhujangga waisnawa. Dan hal ini sepatutnya diwarisi oleh para pratisentananya dengan meneruskan pengabdian tersebut, dalam tatanan kehidupan jaman global saat ini. Demikian disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika,saat membuka secara resmi pelaksanaan Mahasabha III Maha Warga Bhujangga Waisnawa di Hotel Grand Ina Bali Beach Sanur, Denpasar, Sabtu (14/11). “ Para moncol dan para Panglingsir  saya harapkan melahirkan berbagai program paiketan pasemetonan, sehingga warga Bhujangga Waisnawa tidak tergilas jaman, “ ujarnya.

Lebih jauh disampaikan Pastikan bangkitnya berbagai paiketan pasemetonan di Bali merupakan suatu kebanggaan, namun di satu sisi menurutnya juga merupakan satu kekhawatiran apabila satu paiketan mengeksklusifkan diri, hanya tumbuh dalam kelompoknya, dan menyatakan diri paling benar sehingga akan menimbulkan pertentangan dan perpecahan antar pasemetonan. Pastika menyatakan dirinya selalu hadir disetiap pelaksanaan Mahasabha paiketan-paiketan di Bali, untuk mengingatkan hal tersebut. “Saya selalu menyampaikan disetiap acara pasememetonan, saya mohon dengan sangat pasemetonan  jangan eksklusif, jangan merasa benar sendiri, jangan merasa hebat sendiri, jangan merasa paling berjasa sendiri, karena akan berpeluang memecah Bali yang kecil dan sedikit ini,” ujar Pastika.

Pastika juga menghimbau warga pasemetonan agar peka terhadap kondisi sosial umatnya dan masyarakat Bali. Filosofi menyama braya diminta Pastika tidak hanya dibanggakan sebagai sebuah slogan yang adiluhung, tetapi harus diimplementasikan dalam program pasemetonan. Misalnya dengan program membantu keluarga semeton yang kurang mampu. “Warga Bhujangga Waisnawa harus berguna, tidak hanya bagi keluarga dan semeton sendiri, tetapi juga bagi krama Bali secara menyeluruh,” pungkas Pastika.

Sementara itu Ketua Umum Maha Warga Bhujangga Waisnawa, Guru Nyoman Sugitha, memaparkan pelaksanaan Mahasabha kali ini merupakan yang ketiga kali, dilangsungkan setiap 5 tahun sekali dan dilaksanakan pertama pada tahun 2005. Peserta yang ikut menurutnya berjumlah sebanyak 475 orang, ditambah undangan sebanyak 150 orang. Ia mengaku bersyukur karena berhasil melangsungkan Mahasabha tersebut. Ia berharap setiap warga waisnawa bisa menginspirasi diri, untuk bekerja dan berbuat sebaik-baiknya demi lingkungan di sekitarnya. Dan dengan berlangsungnya Mahasabha tersebut diharapkan dapat tersusun program yang bisa ikut mendukung pembangunan Bali yang Mandara (maju, aman, damai, dan sejahtera). AD-MB