Keterangan foto: Panen umbi mini bawang merah TSS di lokasi PKAH di Kampung Arso 4 Distrik Skanto, Kabupaten Keerom oleh Poktan Sri Makmur pada Senin (24/6/2019)/MB

Papua, (Metrobali.com) –

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua melakukan Pendampingan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) di Kabupaten Keerom, Papua untuk memperkenalkan budidaya bawang merah asal biji botani/true seed shallot (TSS), hasil inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian. Pendampingan ini membuahkan hasil dengan digelarnya panen umbi mini bawang merah TSS di lokasi PKAH di Kampung Arso 4 Distrik Skanto, Kabupaten Keerom oleh Poktan Sri Makmur pada Senin (24/6/2019).

Panen digelar di lokasi demplot yang total arealnya seluas 1/8 hektare (ha). Varietas bawang merah yang ditanam adalah varietas Trisula yang berasal dari Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) Balitbangtan, dengan hasil ubinan sebanyak 1-2 kilogram per meter persegi.

Pada kesempatan tersebut, Kepala BPTP Papua Dr. Muhammad Thamrin menyampaikan bahwa inovasi teknologi pemanfaatan TSS bawang merah menjadi pilihan untuk pengembangan kawasan pertanian hortikultura khususnya produksi benih bawang merah yang lebih efektif dan efisien di Provinsi Papua.

BPTP Papua, lanjutnya, berperan penting dalam menyebarkan inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian agar petani dapat merasakan manfaat teknologi TSS tersebut. Penanaman bawang merah yang dilakukan oleh kelompok tani ini sudah dimulai pada Maret 2019.

“Uji coba menggunakan bahan tanam dari biji varietas Trisula ini baru pertama kali dilakukan. Sebelumnya, para petani di Kabupaten Keerom menggunakan benih umbi secara turun menurun selama 4-5 musim tanam. Akibatnya, kualitas dan kuantitas/produksi umbi bawang merah yang dihasilkan rendah,” terangnya.

Menurut Thamrin, jika memesan benih umbi dari luar Papua akan memerlukan biaya yang mahal. Karena itu, diperlukan metode baru penanaman dan alternatif teknologi yang potensial untuk dikembangkan dalam upaya mengatasi perbenihan bawang merah dan serangan hama penyakit degeneratif melalui penanaman menggunakan biji bawang merah atau true seed shallot (TSS).

Lebih lanjut Thamrin menjelaskan bahwa teknologi pemanfaatan TSS merupakan alternatif untuk produksi bawang merah yang lebih efektif dan efisien dibandingkan penggunaan umbi. TSS adalah biji bawang merah yang ditanam dalam waktu tertentu (4-5 bulan) dan diproses sebagai benih.

Teknologi pemanfaatan TSS untuk produksi benih bawang merah memiliki kelebihan yaitu masa simpan yang lebih lama dan mudah karena tidak memerlukan gudang penyimpanan yang besar. Kebutuhan benih juga lebih sedikit sekitar 3-4 kg/ha sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih rendah dan distribusi nya menjadi lebih mudah.

Benih TSS tersebut selanjutnya ditanam untuk menghasilkan umbi mini yaitu umbi yang berukuran < 2 gram / umbi, diperbanyak sampai generasi ke 3 (G1-G3). Umbi mini ini yang akan digunakan oleh petani sebagai benih sumber untuk bahan perbanyakan benih sebar bermutu (umbi mini/bibit). Hal ini dilakukan untuk mengatasi kendala transisi adaptasi teknik budidaya menggunakan benih umbi ke biji yang dirasa menyulitkan petani dalam memanfaatkan TSS.

Keberhasilan penanaman bawang merah dengan metode TSS perlu diapresiasi dan ditindaklanjuti agar kedepannya petani lebih terbiasa menggunakan benih TSS sehingga permasalahan ketersediaan benih dan produksi dapat teratasi.

Editor: Hana Sutiawati