Jpeg

BI Kembangkan Klaster “Villa Sapi” di Karangsem/MB

Karangasem (Metrobali.com)-

Kelompok Ternak (Klaster) Dukuh Sari di Banjar Keladian, Dusun Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem patut berbangga. Pasalnya kelompok ternak ini terpilih melalui proses seleksi yang ketat oleh Bank Indonesia Wilayah Bali dalam Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) untuk mengembangkan usaha ternak sapi di desanya dengan konsep villa sapi.

Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) memberikan modal kepada Kelompok Ternak Dukuh Sari sebesar Rp167 juta untuk pembuatan villa sapi. Dimana dibuat 2 kandang, 1 cubang (penampungan air) timbangan, kandang jepit, lahan jemur, pengolahan biorin, pengolahan pupuk, chopper atau mesin pencacah untuk pakan di area yang berluas sekitar 46 are.

I Made Rai Subawa, Manajer Pelaksanaan Pengembangan UMKM, Bank Indonesia mengatakan  villa sapi di kelompok Dukuh Sari  dibangun mulai dari nol. Pihaknya membangun kelompok ternak di Dukuh Sari, lantaran di desa ini belum ada satu kelompok ternak sapi.

“Mereka ini mulai dari nol, kita buat komitmen kelompok dengan mereka dan kita juga bawa studi banding ke Semarang, disana mereka belajar apa yang bisa dibangun dan mungkin cocok diterapkan disini,” jelas Rai Subawa saat kunjungan PSBI, di Karangasem, Jumat (17/9).

Jpeg

BI Kembangkan Klaster “Villa Sapi” di Karangsem

Villa sapi sendiri, bukan benar-benar sebuah Villa atau rumah seperti milik orang kebanyakan melainkan sebuah peternakan sapi selain sebagai pengembangan usaha juga menyediakan fasilitas penginapan untuk sapi.

Villa sapi ini menurut Konsultan Hukum BI Agustin, murni ide dari Bank Indonesia untuk mengembangkan peternakan sapi khususnya di Bali. Dibangun pada pertengahan Oktober 2014 diharapkan villa sapi yang ada di Kecamatan Rendang bisa mencukupi kebutuhan Bali akan sapi, meski demikian masih ada lagi klaster sapi lainnya di Bali yaitu di Kawasan Bebandem.

Dijelaskan Agustin, pihak buyers atau pembeli yang ingin membeli sapi di kelompok ternak tersebut, apabila belum bisa memberangkatkan sapi-sapi mereka ke daerah yang akan dikirim bisa menginapkan sapinya untuk jangka waktu tertentu. Di villa sapi milik klaster Dukuh Sari misalnya, satu ekor sapi dikenakan biaya Rp100 ribu per minggunya. Harga ini sudah termasuk pemberian pakan 2 kali sehari.

Rai juga menambahkan pihak BI kini hanya bertugas mengontrol dan memberikan pembinaan. Dan selain itu fokus memberikan komitmen kepada semua kelompok melalui keterbukaan pengurus, seperti menanyakan berapa labanya dan apa kendala mereka.

“Kendala di petani saat ini adalah adanya permintaan sapi yang meningkat rencananya kami akan memperluas kandang di akhir tahun ini (red, 2015) dengan kapasitas kandang yang bisa menampung 200 ekor,” papar Rai.

Sementara itu, Kepala UPTD Dinas Kelautan dan Peternakan Kecamatan Rendang Wayan Sudiarta yang juga merupakan pembina kelompok ternak Dukuh Sari mengatakan, saat ini ada sekitar 27 ribu populasi sapi campuran jantan betina yang ada wilayahnya berdasarkan cacah jiwa sapi tahun 2015. Di wilayahnya sendiri ada sekitar 200 kelompok ternak sapi dimana per kelompok jumlahnya bisa mencapai 20 orang.

“Per orang punya sapi 6-7 ekor. Kita melalui proses seleksi ketat oleh BI, dan untungnya anggota kelompok semangat, akhirnya BI setujui jadi klaster inti dimana kita sudah menggunakan teknologi canggih untuk mengembangkan usaha ternak sapi seperti teknologi kawin suntik, seleksi bibit, pengolahan pakan, bio urine untuk pupuk sayuran, pengolahan kompos untuk sayuran,” bebernya.

Diharapkan selain mengembangkan usaha ternak sapi, daerahnya juga bisa mengembangkan usaha perkebunan sayuran. “Ada imbasnya kita kerja sama dengan 9 kelompok sebagai pemasok kalau kebutuhan inti kurang, kita bisa pasok dan kita harapkan kualitas bibit sapi Bali meningkat dan terintegrasi antara peternakan dan sayuran,” katanya.

Diamini oleh Ketua Kelompok Ternak Dukuh Sari I Kadek Sukaja mengatakan, sebelum pihaknya mendapatkan bantuan dari BI setiap hari harus pergi ke Pasar Bringkit demi menjual sapi.

“Dulu pemasukan belum punya timbangan kita gak punya, dulu kita bawa dan timbang di Bringkit gak da untungnya. Malah habis uang kami kena biaya per ekor sapi Rp 250ribu,” kata Sukaja yang kini memiliki 50 ekor sapi ini.

Untuk pemeliharaan sapi potong jangka waktunya 3 bulan sapi sudah siap dijual, apalagi setelah ada bantuan dari BI, kata Sukaja pihaknya bisa mengembangkan usaha klaster sapi.

Tahun ini, imbuhnya ada sekitar 80 ekor yang dikembangkan oleh klasternya, pihaknya mengharapkan tahun depan bisa meningkat mencapai 200 ekor. Untuk biaya pemeliharaan sapi satu ekor dijelaskan Sukaja menghabiskan biaya sekitar Rp20 ribu.

Menurut Sukaja, lebih mudah menjual sapi potong daripada sapi untuk kurban karena musiman. Meski demikian keuntungan menjual sapi kurban lebih menggiurkan pasalnya satu ekor sapi kecil misal ukuran 200 kg bisa terjual dengan harga yang fantastis.

“Kalau keuntungan sapi potong capai Rp15 juta per ekor. Kalau sapi kecil untuk kurban ini mahal per ekor bisa kita dapat 50 persennya,” kata Sukaja.

Dituturkan oleh Sukaja, kelompoknya juga menerima penjualan dari daerah lain seperti Buleleng, Gianyar Klungkung dan Bangli, namun dikenakan biaya sebesar Rp50 ribu, untuk biaya administrasi.SIA-MB