Oleh : I Gde Sudibya
Yang membangkitan ekonomi Bali bukan sistem transaksi yang dipermudah, sistem ini hanya tertier sifatnya. Justeru yang membangkitkan ekonomi Bali, terutama adalah kedatangan wisatawan, yang kemudian diikuti oleh investasi: pemerintah, swasta dan bertambahnya konsumsi masyarakat.
Pada saat sekarang, mengutip pernyataan Presiden dalam banyak kesempatan: pemulihan ekonomi sangat ditentukan oleh belanja modal pemerintah, karena investasi swasta sangat sulit diharapkan. Plus, cepatnya dana talangan bagi swasta yang dijanjikan pemerintah plus otoritas moneter. Semestinya kita bisa lebih menahan diri dalam memberikan ” janji-janji angin surga” di tengah kehidupan krama Bali yang saat ini sangat terhimpit secara ekonomi.

Tantangan ekonomi Bali di depan mata. Melihat realitas yang dihadapi masyarakat Bali khususnya dan Indonesia umumnya, pertumbuhan ekonomi sudah berada pada titik nadir.
Perekonomian mengalami resesi, tumbuh negatif 1,14 % di triwulan pertama, dan negatif 6 % di triwulan kedua. Realitas ekonominya, ekonomi pariwisata terjun bebas pada titik nadirnya, sebagian besar usaha wisata tutup dan angka pengangguran melonjak. Sebagian krama Bali pulang ke desanya, di desa tidak ada pekerjaan, dan sebagian warga desa sebagai petani kecil dan buruh tani, kehidupannya pas-pasan, – subsistence level -.
Bagaimana dengan Bali dan apa tantangan ke depan? Pemprov.Bali mulai menetapkan Era Adaptasi Kebiasaan Baru, dengan jadwal pembukaan kawasan wisata: 9 Juli 2020 untuk wisatawan lokal Bali, 31 Juli 2020 untuk wisatawan Nusantara dan 11 September 2020 untuk wisatawan manca negara.
Jadwal pembukaan kawasan wisata pada saat curve pandemi terus naik, semakin banyak pasar tradisional sebagai klaster penularan. Artinya era baru ini, diikuti oleh risiko pandemi yang tetap tinggi.
Tantangan Bali selanjutnya yakni menghadapi ekonomi global. Diakui atau tidak bisnis pariwisata Bali adalah bisnis global.
Namun saat ini Perekonomian global sangat lesu, semua lembaga keuangan internasional  memperkirakan pertumbuhan ekonomi negatif pada pusaran: 5 – 8 %. Artinya, pergerakan orang untuk berwisata juga mengalami tekanan.
Tantangan bagi perekonomian Bali 6 bulan ke depan: menekan semaksimal mungkin untuk pertumbuhan ekonomi 6 bulan  ke depan tidak mengalami penurunan secara tajam.
Sejumlah langkah segera yang diperlukan untuk merespons tantangan di atas. Pertama, kebijakan penanggulan pandemi lebih serius dan lebih cerdas dilakukan, untuk menghindari keadaan dalam pribahasa bahasa Bali: care nangkep balangnge dadua, kedadune mekeplis ( sing bakat ). Artinya: penanggulangsn pandemi Covid-19 gagal, dan upaya pemulihan ekonomi tidak berhasil.
Kedua, daya beli masyarakat harus ditingkatkan, melalui pengeluaran dana pemerintah yang lebih lebih cepat. Dana BLT dan sejenisnya, belanja modal dan pengeluaran pemerintah lainnya segera dikeluarkan. Dana stimulus dari Otoritas Moneter harus segera dicairkan, menghindari risiko kebangkrutan perusahaan dan atau menyiapkan masyarakat pengusaha lebih siap menyongsong New Normal.
Ketiga, pasokan dana yang cukup bagi sistem keuangan mikro: Koperasi, Bumdes, LPD, dan juga BPR yang telah terbukti menjadi penjaga tangguh ekonomi rakyat, dari risiko kegagalan sistemik keuangan dan untuk mendorong terus bertumbuhnya perekonomian rakyat.
Momentum untuk mengembalikan Desa kita sebagai basis produksi, karena ada kecendrungan kuat Desa sebagai basis konsumsi. Ini bisa dilakukan melalui paket kebijakan komprehensif pedesaan. Perbaikan nilai tukar produk pertanian, trobosan kebijakan subsidi dari subsidi input pertanian ke subsidi out put harga jual. Pengembangan, teknologi pasca panen, internet marketing, pengembangan massif koperasi pedesaan yang target utamanya pengembangan usaha produktif kaum  perempuan.
Berdasarkan pengalaman Grameen Bank di Bangladesh, yang sekarang menjadi rujukan di banyak negara di dunia dalam pengembangan usaha mikro, pemberian kredit kepada kaum perempuan terbukti efektif untuk peningkatan penghasilan rakyat kecil.

Kelima, dalam tradisi masyarakat yang mengenal ungkapan: bekerja dan puja persembahan adalah mantra yang utama, ada ethos kerja yang sangat kuat. Apabila para pengambil kebijakan cukup cerdas merespons perubahan, plus ethos kerja di atas, kita boleh berharap ” mimpi buruk” – nightmare –  perekonomian Bali tidak terjadi.
Tentang Penulis
I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebijakan publik.