Dhamantra Nyoman

Nyoman Dhamantra

Denpasar (Metrobali.com)-

Berada secara konsisten di barisan Tolak Reklamasi Teluk Benoa, anggota DPR RI perwakilan Bali Nyoman Dhamantra mengaku beberapa kali mendapat teror. Selain itu, ide dan gagasannya yang memperjuangkan dan membela  kepentingan rakyat Bali sering mendapat penjegalan dari dari pemerintah dan teman teman di dilegislatif.

Hal itu dikatakan Nyoman Dhamantra kepada sejumlah awak media di kediamannya Jl. Kenyeri Denpasar, Selasa (1/8). Dhamatra sejak awal berada di barisan tolak reklamasi. Hampir setiap kegiatan demonstrasi Tolak Reklamasi, tokoh Bali yang satu ini selalu berada pada kawan perjuangan Tolak Reklamasi Teluk Benoa.

Ia mengatakan, berada di barisan tolak reklamasi Teluk Benoa bukan euporia semata atau bukan sekadar statemen di media massa. Menurutnya, menolak Reklamasi Teluk Benoa perjuangan yang  memang penuh resiko, godaan dan tantangan. ‘’Jika kita tidak memiliki prinsip yang jelas dan tegas dalam perjuangan menolak reklamasi, maka akan sangat mudah terkena godaan,’’ kata Dhamantra.

Menurutnya, jika ada sekarang bakal Calon Gubernur Bali seperti Wakil Gubernut Bali Ketut Sudikerta dan Bupati Tabanan Eka Wiryastuti menyatakan menolak reklamasi Teluk Benoa itu sangat wajar. Karena isu politik yang masih laris ‘’dijual’’ ke masyarakat adalah menolak Reklamasi Teluk Benoa. ‘’Apabila,  ada bakal calon Gubernur Bali tidak memainkan isu itu, maka kemungkinan akan tidak mendapat simpati dari rakyat, bahkan bisa kalah dalam pertarungan pemilihan Gubernur Bali 2018’’ katanya.

Dhamantara mencontohkan dalam pembebasan ‘’pepeson’’ bagi karma Bali. Dalam perjuangan untuk membela kepentingan rakyat Bali ke depan yang lebih baik dan menuju kemandirian tidak mudah. ‘’Banyak orang (di eksekutif dan legislative ) merasa terganggu dengan ide dan gagasan bagi hasil antara pemerintah pusat dengan Bali,’’ katanya.

Padahal, kata Dhamantra semua ide dan gagasan tersebut memperjuangankan rakyat Bali menuju masyarakat mandiri.

Dikatakan, posisi masyarakat Bali saat ini sangat krusial. Di mana antara pemasukan dan pengeluaran tidak balance. Lebih banyak pengeluaran yang terjadi, ketimbang pendapatan. Apabila pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur Bali tidak mengantisipasi hal tersebut, maka kita tidak tahu bahwa lima atau sepuluh tahun mendatang, rakyat Bali akan semakin jatuh miskin.

Oleh karena itu, Gubernur Bali yang memiliki kewenangan regulasi semestinya bertanggung jawab terhadap kemiskinan di Bali. ‘’Sehingga, tidak ada lagi ada ungkapan, masyarakat Bali miskin, di tengah bergelimang dolar dan kemegahan pariwisata,’’ katanya.

Menurut anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Bali, tidak member imbal balik terhadap masyarakat Bali.   ‘’Ada apa sebenarnya ini. Mestinya, pertumbuhan pembangunan di Bali mampu secara signifikan mendongkrak kesejahteraan masyarakat Bali. Malah ini terbalik,’’ kata Dhamantra.

Mengantisipasi hal ini pemerintah daerah bersama legislative harus mencari terbosoan untuk mengangakat harkat dan martabat orang Bali menuju kemandirian tadi. Misalnya, bebaskan LPD dari pajak, lakukan usaha bagi hasil dengan pemerintah pusat,  menjaga kelestarian agama, seni dan budaya.

Dikatakan, pelestarian dan pengembangan agama, seni dan budaya ini sangat penting, mengingat andalan Bali adalah di bidang seni dan budaya. Bali tidak memiliki sumber daya alam yang besar seperti daerah lain. ‘’Apabila agama, seni dan budaya Bali habis, maka tidak ada potensi handalan lagi yang dimiliki pulau dewata ini,’’ kata Dhamantra. SUT-MB