Rapat kunjungan kerja di Gedung Widya Sabha

Denpasar (Metrobali.com)-

Komite 2 DPD RI mengadakan Rapat kunjungan kerja di Gedung Widya Sabha, kantor Gubernur Bali. Pada rapat tersebut Komite 2 DPD RI mengundang ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) beserta Desa Adat, Banjar Adat, Pemuda Adat, mahasiswa, LSM, seniman, pemuda dan individu-individu. Rapat dipimpin oleh ketua komite II DPD RI, Parlindungan Purba dan anggota DPD RI dari Bali, Kadek Arimbawa. Pertemuan tersebut adalah dalam rangka mendengar aspirasi-aspirasi dari para pihak yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Sebelum pertemuan dengan ForBALI, DPD RI juga menggelar pertemuan dengan kelompok pro reklamasi bersama pemerintah Provinsi Bali.

Dalam diskusi yang berdialog dengan pihak menolak rencana reklamasi, diawali oleh Jero Bendesa Tanjung Benoa yang kembali menegaskan kalau Tanjung Benoa menolak reklamasi sebagai daerah yang paling dekat atau terdampak langsung atas rencana reklamasi teluk benoa“Keinginan kami tidak mau mengurug laut menjadi daratan, jika rencana reklamasi ini di paksakan, maka proyek ini akan menyediakan bencana bagi kami di Bali,” ujar Made Wijaya.


Peneliti pesisir dan juga pengajar di Fakultas Perikanan Dan Kelautan Universitas Warmadewa Ketut Sudiarta memaparkan hasil studi yang dilakukan di Teluk Benoa. Menurutnya melihat dalam rencana Reklamasi Teluk Benoa ada upaya pengacauan ilmu pengetahuan serta pengacauan hukum. “di Undang – undang  nomor 27 tahun 2007 dan undang-undang nomor 1 tahun 2014 tidak dikenal istilah revitalisasi berbasis reklamasi”. Dalam kesempatan tersebut, dia menampik anggapan yang mengatakan bahwa teluk benoa sebagai sumber penyakit. “Selama 25 tahun saya studi di teluk benoa, tidak ada yang namanyateluk benoa penyakit di teluk benoa” ujar sudiarta.


Made Iwan Dewantama dari Conservasi Internasional yang telah melakukan kajian pada tahun 2013 untuk meyakinkan pemerintah dalam mengambil keputusan dengan hasil kajian modeling. “Ancaman banjir sangat besar terjadi bila Teluk Benoa sebagai reservoir air atau daerah tampungan air dari lima DAS di alih fungsikan atau direklamasi, jika wilayah tampungan teluk berkurang  maka ketika terjadi hujan selam empat jam dan air teluk benoa sedang pasang yang terjadi air sungai posisinya akan lebih rendah daripada air teluk sehingga yang terjadi adalah banjir atau backwash” ujar Iwan.


Sementara itu Suriadi Darmoko perwakilan ForBALI menyampaikan kejanggalan proses reklamasi Teluk Benoa. “ketika ada investasi yang bertentangan tata ruang seharunya investasinya di eleminir, tetapi dalam konteks teluk benoa justru peraturan tata ruangnya yang diubah terlebih dalam proses perubahannya juga dilakukan dengan cara terselubung dan tidak partisipasi publik, didalam proses perubahan tersebut bahkan konsultasi publik yang dibuat oleh BKPRN hanya melibatkan kelompok masyarakat yang pro reklamasi ” ujar Suriadi. Dia juga mengungkapkan bahwa perkembangan terakhir yang terjadi, seperti halnya banjir yang ada di pertigaan Jalan Tol Bali Mandara di Nusa Dua dan sekitaran by pas Ngurah Rai terjadi banjir. Banjir ini menurutnya diakibatkan karena hujan yang terjadi di sekitar teluk benoa kurang lebih selama tiga jam, sementara air di teluk benoa sedang pasang akibatnya air hujan tidak bisa masuk kedalam teluk benoa sehingga mengakibatkan banjir. “ini baru hujan tiga jam dan di teluk benoa sedang air pasang sekitar 50 %, bagaimana jika teluk benoa direklamasi atau jika tampungan air diteluk benoa berkurang” tanya Suriadi yang juga direktur WALHI Bali.

Kelian Adat Banjar Kedaton Kesiman di pesisir padang galak juga menambahkan penjelasan bagaimana dampak reklamasi di serangan di serangan terhadap pantai padang galak. Sehingga reklamasi teluk benoa akan bertambah buruk bagi daerah pesisir timur. “kalau pantai kami sudah hanyut sepuluh hektar semnjak reklamasi pulau serangan dilakukan” ujar pak kelian berambut panjang ini.

Menanggapi yang disampaikan oleh ForBALI, Komite II berjanji akan menggelar pertemuan dengan mengundang berbagai pihak yang terkait dengan kasus reklamasi teluk benoa. “setelah masa reses kami akan mengadakan pleno di komite 2 dan akan mengundang perwakilan dari semua pihak baik pro dan kontra termasuk dari kementrian terkait” ujar Kadek Arimbawa.

Usai menggelar pertemuan tersebut, di penghujung pertemuan ForBALI juga menyerahkan surat pernyataan sikap ForBALI. Di dalam tersebut ForBALI meminta DPD RI untuk menolak reklamasi teluk benoa dan menuntut dihentikannya upaya-upaya untuk memuluskan reklamasi teluk benia yang dilakukan pemerintah dengan cara pertama meminta peninjauan ulang dan atau pembatalan ijin lokasi yang diterbitkan oleh menteri kelautan dan perikanan (era ) SBYkarena bertentangan dengan undang-undang  nomor 1 tahun 2014. Kedua Menuntut DPD RI agar meminta menteri lingkungan hidup dan kehutan menolak pemberian ijin amdal karena proses reklamasi ini penuh pemaksaan. Ketiga menuntut DPD RI untuk meminta Menteri Kelautan dan Perikanan agar menghentikan secara tegas rencana reklamasi Teluk Benoa. Keempat, meminta DPD RI untuk melaukan tindakan yang sesuai dengan tupoksi dan kewenangan DPD RI untuk dapat menghentikan rencana reklamasi teluk benoa. RED-MB