Ayah Buta dan Anak Pincang
Buleleng (Metrobali.com)-
Nyoman Wagia (70) dan Ketut Sadiada (40) bertempat tinggal di Banjar Dinas Kaje Kauh, Desa Sudaji, Kecamatan sawan, Buleleng kondisinya cukup menggiriskan hati. Nyoman Wagia yang sudah renta kondisi matanya buta, sedangkan anaknya Ketut Sadiada kondisi kakinya pincang. Uniknya, ditengah-tengah pemerintah mengucurkan bantuan, ayah dan anak ini tidak mendapat bantuan.”Sudah lima belas tahun kondisi kaki saya pincang dan tidak bisa bekerja. Sedangkan ayah saya yang buta, sebelumnya bekerja sebagai petani juga sejak empat belas tahun tidak bisa bekerja” ungkap Ketut Sadiada, Minggu (21/11)
Lebih lanjut Sadiada menceritakan kronologis hingga dirinya dan ayahnya tidak bisa bekerja. Awalnya pada lima belas tahun yang lalu, dirinya terkena musibah kecelakaan saat mengendarai sepeda motor.”Saat itu saya bekerja sebagai Satpam di Denpasar” terangnya. Kecelakaan yang menimpa dirinya itu, tutur Sadiada menyebabkan tangan dan kakinya tidak dapat berfungsi normal. Oleh karena keterbatasan fisinya, dirinya itu tidak lagi bias bekerja. Selanjutnya, setahun kemudian ayahnya yang bekerja sebagai petani mengalami sakit Glukoma yang menyebabkan kedua matanya buta.”Sejak mengalami kebutaan, ayah saya tidak lagi bekerja sebagai petani. Jangankan bekerja, jalan saja dibantu dengan tongkat” ucap sadiada lagi.
Lantas bagaimana untuk makan sehari-harinya?
Menurutnya Sadiada untuk makan sehari-hari dari hasil kebun kelapa yang tidak seberapa. Un tuk menanak nasi dikerjakan ibunya yang sudah renta dan sakit-sakitan, Ketut Punagi (67). “Kami makan dari jual kelapa yang tidak seberapa jumlahnya. Ibu saya yang kerap beretugas memasak nasi kadang-kadang kumat sakit asmanya” ungkapnya. “Saya bersaudara empat orang, tapi sudah berkeluarga dan tinggalnya jauh diperantauan. Salah saorang adiknya sesekali mengirim uang untuk makan kami bertiga. Namun oleh karena adik saya berkeluarga, juga memiliki tangghungan” imbuh Sadiada lagi.
Terkait dengan bantuan pemerintah? Kata Sadiada, dirinya sempat bertanya kepada pihak aparat desa,. Namun jawaban yang diterima, bahwa penerima bantuan orang miskin dan cacat datanya dari pemerintah pusat. Sedangkan  pihak aparat desa hanya tinggal menjalankan saja bantuan tersebut. “Saya tidak puas dengan jawaban aparat desa, saya mendatangi dinas social di Singaraja. Menurut aparat di dinas Sosial, katanya saya sudah masuk daftar tunggu. Padahal sudah lima belas tahun saya tidak mendapat bantuan apa-apa. Saya melihat terjadi ketidak adilan, soalnya  penerima bantuan ada yang punya usaha, mobil Pick Up” keluhnya.
Meskipun kondisinya seperti, Sadiada dan ayahnbya memiliki juga harapan untuk mendapat bantuan rehabilitasi dari Kementerian Sosial (Kemensos) agar memiliki keahlian meskipun tangan dan kaki tidak berfungsi normal. GS-MB