ilustrasi pratima Ilustrasi


Denpasar (Metrobali.com)-

Aliansi Pelindung Budaya Daerah (APBD) Bali menyatakan siap melawan dan memerangi sindikat/mafia pencurian dan perdagangan Pratima atau bendar-benda sakral milik pura warga Bali. APBD Bali juga meminta kepolisian daerah Bali untuk menuntaskan kasus pencurian pratima dan tidak mengijinkan pratima hasil curian keluar dari wilayah Bali.

Hal ini disampaikan Ketut Resmiyasa, koordinator dan penggagas APBD Bali, di Sekretariat APBD Bali, jalan Tukad Citarum Blok P, Renon, Denpasar, Bali, Minggu (14/9/2014).

Menurut Resmiyasa, munculnya APBD Bali karena lambatnya penanganan kasus pencurian pratima di Bali selama ini.

“Walaupun sudah ada putusan pengadilan, tapi masyarakat Bali belum puas, harkat dan martabat krama Bali belum terobati, sehingga perlu dibentuk sebuah wadah yakni APBD Bali,”ujar Resmiyasa.

Dalam kasus pencurian pratima, jelas Resmiyasa, yang dihadapi masyarakat Bali adalah mafia berskala internasional dalam perdagangan pratima dan benda cagar budaya lainnya.

“Terbukti dalam kasus pencurian pretima yang menimpa masyarakat Bali, melibatkan pelaku Roberto Gamba asal Italia dan Kino asal Jepang yang hingga kini masih DPO (buron). Ini mafia Eropa dan Asia,”ujar Resmiyasa.

Ketika divonis bebas, Roberto Gamba bisa pulang ke Italia. Sementara pencurian pretima di Bali tetap berjalan.

“Ini artinya di Bali sudah ada embrio mafia pencurian dan perdagangan pretima,”ujar Resmiyasa.

Resmiyasa menyatakan, Bali tidak butuh turis pencuri yang bisa menghancurkan adat  dan budaya Bali, seperti yang dilakukan Gamba dan Kino.

“Kami berinisiatif untuk membentuk APBD Bali, untuk melakukan gerakan perlindungan benda cagar budaya Bali dan membantu aparat kepolisian. Karena kita tahu kelemahan polisi itu tidak mempunyai cukup personel untuk amankan seluruh teritorial Bali. Kami berharap dukungan semua pihak yang peduli adat dan budaya Bali, kami harapkan semua elemen masyarakat maupun ormas yang ada di Bali untuk bisa bergabung ke dalam APBD Bali,”ujar Resmiyasa.

Dalam perlindungan budaya Bali, khususnya benda-benda cagar budaya Bali, APBD Bali akan bekerja secara kolektif kolegial, bersama-sama saling bahu membahu.

“Di sini tidak ada vested interest, tidak ada unsur politis, murni untuk selamatkan adat budaya Bali. Karena dalam menghadapi globalisasi akan banyak ancaman dari luar yang bisa merusak adat dan budaya Bali kedepannya,”tegasnya.

Berdasarkan pantauan APBD Bali, saat ini masih ada sekitar 417 pretima, barang bukti hasil pencurian, yang masih tersimpan di gudang Museum Bali. APBD Bali saat ini terus memantau agar ratusan pratima ini tidak keluar dari wilayah Bali, dan tetap menjadi aset milik masyarakat Bali.

“Kita pantau terus, jangan sampai ratusan pratima ini lolos keluar Bali. Karena di pasaran barang antik di luar Bali, harga pratima Bali ini bisa seharga miliaran rupiah per item nya, ini yang membuat banyak pihak tergiur untuk bisnis pratima Bali,”ujarnya.

Tugas mendesak APBD Bali, kata Resmiyasa, adalah mencegah benda cagar budaya Bali tidak bisa keluar dari Bali, sesuai dengan UU no 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.

“Kalau semua elemen bersatu dalam APBD Bali, maka kami yakin semua benda bersejarah itu bisa dipertahankan di Bali, karena kriteria cagar budaya tidak hanya yang berumur 50 tahun, tapi cukup mewakili gaya paling singkat 50 tahun,”ujarnya.

Lewat APBD Bali, kata Resmiyasa, warga Bali yang menjadi korban pencurian pratima bisa bersatu, bisa mempertahankan pratima miliknya dan mencegah terulangnya pencurian tersebut.

“APBD Bali nantinya juga akan merekomendasikan kepada pihak imigrasi di Bali agar segera mendeportasi Roberto Gamba dari Bali,”tegasnya. PS-MB