WNA Jerman Direktur Parq Ubud Ditetapkan Tersangka Alih Fungsi Lahan Sawah Dilindungi di Gianyar
Denpasar, (Metrobali.com)
Polda Bali kembali menorehkan langkah tegas dalam menjaga kelestarian lahan pertanian di wilayahnya. Seorang warga negara asing (WNA) asal Jerman berinisial AF (53), yang menjabat sebagai Direktur PT Parq Ubud Partners, PT Tomorrow Land Development Bali, dan PT Alfa Management Bali, resmi ditetapkan sebagai tersangka atas kasus alih fungsi lahan sawah yang dilindungi.
Pengungkapan ini diumumkan oleh Kapolda Bali, Irjen Pol Daniel Adityajaya, dalam konferensi pers yang digelar di lobi Ditreskrimsus Polda Bali pada Jumat, 24 Januari 2025.
AF, yang memimpin tiga perusahaan besar, diduga menggunakan posisinya untuk menjalankan pembangunan masif di atas lahan pertanian yang termasuk dalam sub-zona tanaman pangan (P1). Berdasarkan hasil penyelidikan, AF menginisiasi pembangunan fasilitas mewah seperti villa, spa center, dan peternakan hewan tanpa mengantongi izin resmi. Lokasi pembangunan ini berada di Jl. Sri Wedari No. 24, Ubud, Gianyar, yang dikenal sebagai lokasi usaha Parq Ubud.
Kapolda Bali menjelaskan bahwa pembangunan tersebut melanggar Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dan Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
“Kami telah mengidentifikasi pelanggaran ini sebagai ancaman serius terhadap keberlanjutan pertanian lokal,” ujar Kapolda Daniel.
Kasus ini terkuak berkat laporan masyarakat pada Oktober 2024, yang mencurigai adanya pembangunan ilegal di atas lahan sawah dilindungi. Setelah menerima laporan polisi dengan nomor LP/A/42/XI/2024, Ditreskrimsus Polda Bali melakukan penyelidikan mendalam. Hasil investigasi mengungkap adanya pembangunan yang melanggar tata ruang wilayah Gianyar.
Dalam proses penyelidikan, tim Polda Bali menemukan bahwa pembangunan melibatkan penggunaan 34 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diverifikasi bersama Dinas PUPR Kabupaten Gianyar. Dari hasil analisis, sebagian besar bangunan berada di zona P1, yang secara hukum tidak boleh dialihfungsikan.
Sebanyak 28 saksi telah diperiksa, termasuk pejabat pemerintah daerah, akademisi, ahli dari Kementerian Pertanian, dan pemilik lahan. Berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, Polda Bali meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan dan menetapkan AF sebagai tersangka utama.
AF dikenal sebagai salah satu tokoh WNA yang cukup aktif dalam bisnis properti dan pariwisata di Bali. Dengan posisinya sebagai direktur di beberapa perusahaan besar, ia memiliki akses luas untuk mengelola proyek-proyek berskala besar. Namun, tindakan alih fungsi lahan yang dilakukannya menunjukkan pelanggaran etika bisnis dan hukum Indonesia.
Menurut keterangan Polda Bali, tindakan AF tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak pada penurunan luas lahan produktif di Bali. Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat Bali sedang berupaya menjaga ketahanan pangan di tengah tekanan pesatnya pembangunan pariwisata.
AF dijerat dengan dua pasal utama:
Pasal 109 juncto Pasal 19 ayat (1) UU RI Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan—Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Pasal 72 juncto Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan—Ancaman hukuman serupa.
Barang bukti berupa dokumen sertifikat lahan, akta sewa tanah, serta peraturan dan surat keputusan terkait telah disita untuk memperkuat penyidikan.
Kapolda Bali menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan bagi siapa pun yang mencoba melanggar aturan terkait alih fungsi lahan.
“Kami tidak akan memberi toleransi terhadap pelanggaran yang merusak keberlanjutan pertanian di Bali. Semua pihak, baik lokal maupun asing, harus mematuhi aturan yang berlaku,” tegasnya.
Selain itu, masyarakat diminta untuk berperan aktif melaporkan aktivitas mencurigakan yang berpotensi merugikan lingkungan dan kelestarian pertanian. Kapolda Bali juga menyoroti pentingnya kerja sama dengan instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas PUPR, dan Dinas Pertanian untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
(jurnalis : Tri Widiyanti)