anak makan

Jakarta (Metrobali.com)-

Merupakan hal yang biasa bila anak-anak gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis seperti permen, coklat, es krim, soda dan lain-lain.

Banyak orang tua yang permisif terhadap kegemaran anak-anak mereka pada makanan dan minuman manis. Ada yang berpendapat anak-anak memang sedang membutuhkan banyak gula di usia dini, sehingga mereka suka makanan dan minuman manis.

Ternyata anggapan itu salah. Dokter penyakit dalam endroklinologi dari RSUP Persahabatan Jakarta Dr Rochsismandoko SpPD.KEMD FINASIM mengatakan yang dibutuhkan tubuh, baik dewasa maupun anak-anak adalah kalori, bukan gula.

Karena itu, Rochsis merekomendasikan kepada orang tua untuk membatasi konsumsi gula pada anak-anak untuk mencegah kerusakan gigi dan penyakit diabetes melitus.

“Yang dibutuhkan tubuh bukan gula, melainkan kalori. Kalori bisa diperoleh dari bahan makanan lain selain gula,” katanya.

Rochsis mengatakan berdasarkan temuan Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sejak Mei 2009 hingga Februari 2011 di Indonesia terdapat 590 anak dan remaja berusia kurang dari 20 tahun menyandang diabetes tipe 1.

Menurut Rochsis, anak usia prasekolah memerlukan gula 16,7 gram per hari, usia empat tahun hingga delapan tahun 12,5 gram per hari dan usia praremaja hingga remaja memerlukan 21 gram hingga 33 gram gula per hari.

Untuk mempermudah penghitungan, satu sendok makan kira-kira berisi delapan gram gula pasir. Satu sendok makan kurang lebih berukuran sama dengan tiga sendok teh. Satu sendok teh gula mengandung 16 kalori.

Selain membatasi konsumsi gula, orang tua juga hendaknya memperhatikan makanan dan minuman ringan yang dikonsumsi anak.

“Biasakan membaca label yang ada pada kemasan. Kalau kandungan kalorinya melebihi yang dianjurkan, lebih baik jangan dikonsumsi,” tuturnya.

Membatasi konsumsi gula tentu saja tidak hanya dilakukan anak-anak. Orang dewasa pun harus membatasi konsumsi gula sesuai kebutuhan.

Asosiasi Jantung Amerika merekomendasikan perempuan dewasa untuk mengonsumsi gula tidak lebih dari enam sendok teh atau 100 kalori per hari dan laki-laki dewasa tidak lebih dari sembilan sendok teh atau 150 kalori per hari.

Rochsis mengatakan seseorang yang terbiasa mengonsumsi minuman ringan yang mengandung gula secara teratur hingga dua botol atau kaleng setiap hari memiliki risiko terhadap diabetes 26 persen lebih besar daripada yang jarang mengonsumsi. Ras Asia dan usia dewasa muda memiliki risiko terbesar.

Selain itu, yang juga harus diwaspadai adalah minuman-minuman berenergi. Menurut Rochsis, minunan energi hanya mengandung kafein dan gula sehingga sebenarnya tidak terlalu bermanfaat pada tubuh.

“Apalagi konsumsi pada atlet-atlet muda di pusat pelatihan yang panjang. Mereka sebenarnya hanya memerlukan air, bukan minuman energi,” tuturnya.

Dokter yang juga berpraktik di Rumah Sakit Betshaida Serpong itu mengatakan kafein dan stimulan dalam minuman berenergi seharusnya tidak boleh untuk anak dan remaja.

“Konsumsi berlebihan dari minuman berenergi berkalori dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan diabetes,” ujarnya.

Diabetes dan Rongga Mulut Rochsis mengatakan penyandang diabetes sangat rentan mengalami gangguan kesehatan mulut dan gusi. Penyandang diabetes paling berisiko terhadap infeksi termasuk di rongga mulut.

“Tidak ada individu yang bisa sehat tanpa mulut yang sehat. Mulut sebagai pintu masuk utama makanan berperan sebagai pertahanan terhadap bahan-bahan toksin dan mikroorganisme patogen,” katanya.

Kerusakan gigi yang parah juga dapat memicu timbulnya diabetes. Menurut Rochsis, pada kerusakan gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke dalam aliran dan mengganggu sistem kekebalan tubuh.

Sel sistem kekebalan tubuh yang rusak kemudian melepaskan protein cytokines yang menyebabkan kerusakan sel pankreas penghasil insulin. Kekurangan hormon insulin akan memicu diabetes.

Rochsis mengatakan gula yang dikonsumsi pada waktu yang tidak tepat juga dapat memicu asam di mulut yang mengakibatkan karies pada gigi.

“Gula yang dikonsumsi di antara waktu makan menghasilkan asam selama 20 menit. Gula yang dikonsumsi saat makan memiliki risiko karies yang ringan,” katanya.

Sedangkan gula yang dikonsumsi di antara waktu makan memiliki risiko karies sedang. Risiko karies terbesar ada pada konsumsi gula yang terdapat di dalam permen yang lengket.

Karies pada Anak Sementara itu, Head of Professional Relationship Oral Care PT Unilever Indonesia Tbk drg Ratu Mirah Afifah mengatakan penggunaan botol susu yang terlalu lama pada anak juga dapat menyebabkan karies gigi.

“Apalagi botol susu yang digunakan sambil tiduran. Itu ibaratnya merendam gigi anak dengan susu yang mengandung gula dan akan menjadi asam. Karies yang timbul sangat khas, disebut ‘nursing bottle carries’,” katanya.

Biasanya, karies gigi yang ada pada anak yang terbiasa minum susu dari botol dalam waktu lama terdapat pada gigi atas bagian depan terlebih dahulu, baru menyebar ke gigi lainnya.

“Setelah minum susu, biasakan minum air putih dan membersihkan gigi. Saat malam hari jangan dibiasakan minum susu karena sudah cukup pada siang hari. Kalau anak rewel, lebih baik diberi air putih tanpa gula di dalam botol susu,” tuturnya.

Menurut Mirah, orang tua harus memegang kendali pada apa yang dikonsumsi anak-anaknya. Anak-anak harus dibatasi mengonsumsi makanan manis.

“Setelah makan makanan manis, biasakan berkumur dan sikat gigi menggunakan pasta gigi berflouride. Flouride efektif mencegah karies dan gigi berlubang,” katanya.

Menjaga kebersihan gigi dan mulut juga akan mengurangi risiko munculnya penyakit gusi yang berpotensi menimbulkan komplikasi diabetes.

Karena itu, orang tua hendaknya tidak hanya memperhatikan pengaruh konsumsi gula anak terhadap kesehatan gigi, tetapi juga terhadap kemungkinan terkena diabetes. AN-MB