Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)-

Diperkirakan defisit APBD Bali 2023 sebesar Rp.1,9 T, setara dengan 25 persen dari total belanja pembangunan senilai Rp.7,5T. Hal itu dikatakan pengamat ekonomi dan kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Selasa 11 Juli 2023 menanggapi penggunaan anggara APBD Bali 2023.

Menurutnya biro Keuangan cq.Sekwilda gagal dalam pengelolaan fiscal yang hati-hati, prudent fiscal policy. Atau ada sebab-sebab lain yang lebih politis sifatnya, sehingga anggaran daerah nyaris “jebol” di luar kuasa Sekwilda.

“Waspada !! Warning!! Tampaknya, fungsi pengawasan anggaran di DPRD Bali tidak efektif,” tegas Jro Gde Sudibya.

Padahal dari studi pembangunan, lanjut putra Tajun Buleleng ini, khususnya kebijakan fiscal dan moneter, selalu diingatkan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian (prudence) dalam kebijakan fiscal dan moneter.

Dikatakan, prinsip ini sangat penting, untuk menjamin program pembangunan berjalan baik, terlebih-lebih menyangkut program peningkatan kesejahteraan sosial.

“Saat ini kebijakan fiscal dihadapkan risiko yang tinggi, kalau terjadi politisasi berlebih terhadap proyek pembangunan, dengan mengabaikan aspek teknokratisnya: kelayakan finansial, sumber pendanaan dan besarnya beban fiscal secara makro,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan, kesembronoan dalam kebijakan fiscal, akan memberikan beban berat untuk kebijakan fiscal tahun-tahun berikutnya, bagi pejabat berikutnya.

Selanjutnya, kata Jro Gde Sudibya ruang fiscal menjadi menyempit, besaran proyek pembangunan bisa mengecil, dan sering yang dikorbankan proyek-proyek bagi masyarakat menengah ke bawah yang punya posisi tawar ekonomi politik lemah.

Dikatakan, defisit fiscal yang dihadapi Pemda Bali tahun ini Rp.1,9 T, merupakan puncak gunung es dari politisasi berlebih terhadap kebijakan fiscal sehingga program-program penting untuk “wong cilik” bisa terkorbankan.

Menurut pengamat ekonomi ini, dalam berbagai kesempatan Menkeu Sri Mulyani diwawancarai media nasional dan asing tentang prinsip kehati-hatian dalam kebijakan fiscal, prudential fiscal policy, sebagai economist by training dan kemudian menjadi pakar dalam teori fiscal dan moneter.

Dikatakan, secara gamblang memberikan jawaban Menkeu punya sistem untuk menjamin prinsip kehati-hatian dengan mengatakan, Menkeu tidak “gila” dan tidak ketagihan (tuman) untuk mencari hutang, untuk membelanjai kebijakan fiscal yang kedodoran.

Dikatakan, melihat kondisi keuangan daerah Bali seperti itu, hal ini sangat mengerikan sekali. Pajak diberbagai tempat pasti meningkat dll seperti pajak kendaraan. Pajak kendaraan seperti mobil yang sudah lama, harga jualnya sudah turun 50 persen namun pajaknya ndak pernah turun turun. Masyarakat diaam saja ndak protes protes.Gimana ya?

“Di sini fungsi pengawasan anggaran DPRD Bali tampaknya tidak jalan,media independen yang mewakili kepentingan publik tidak ada. Bahkan, banyak media yang tiarap. Tampaknya sebagian media sebatas “corong” penguasa, itupun “mainnya” tidak “cantik”, ” kata Pengamat politik dan ekonomi kelahiran Buleleng ini. (Adi Putra)