Waryono Karno Didakwa Rugikan Negara Hingga Rp 11,124 Miliar
Jakarta (Metrobali.com)-
Mantan sekretaris jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp11,124 miliar dalam kegiatan Sosialisai Sektor Energi dan bahan bakar minyak bersubsidi.
Waryono juga didakwa melakukan kegiatan sepeda sehat dalam rakngka sosialissi hemat energi serta perawatan gedung kantor Seretariat Jenderal Energi dan SDM yang seluruhnya berlangsung pada 2012.
“Terdakwa Waryono Karno selaku Sekjen ESDM bersama-sama dengan Sri Utami telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau preekonomian negara sebesar Rp11,124 miliar,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK Fitroh Rohcahyanto di sidang pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Sri Utami adalah Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian ESDM yang menjadi koordinator kegiatan satuan kerja Setjen Kementerian ESDM.
Dalam kegiatan sosialisasi sektor ESDM BBM bersubsidi, anggaran awal adalah Rp5,3 miliar dalam 16 paket kegiatan masing-masing Rp755 juta namun atas perintah Waryono kemudian bawahannya di Biro Hukum dan Humas Setjen KESDM Susyanto merevisi menjadi 48 paket kegiatan sebesar Rp100 juta sehingga dapat dilakukan penunjukan langsung.
“Namun Sri tidak melaksanakan proses penunjukan langsung namun minta bantuan Poppy Dinianova, Jasni dan Teuku Bahagia alias Johan untuk membuat administrasi pertanggungjawaban seolah-olah kegiatan sosialisasi kebijakan sektor ESDM telah dilaksanakan oleh rekanan,” ungkap jaksa Fitroh.
Jasni, Poppy, Johan kemudian meminta bantuan Bayu Prayoga membuat dokumentasi seolah-olah dengan biaya sebesar Rp300 juta dan membuat dokumentasi di Bapelkes Fatmawati, Zikon 13 dan Zikon 14 Srengseng Sawah dan Gedung Serbaguna di sekitaran UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta.
Hasil dokumentasi itu digunakan untuk menyusun 48 laporan pertanggungjawaban (LPJ) seolah-olah dengan meminjam nama 48 perusahaan. Perusahaan itu mendapat imbalan fee dua-lima persen.
Setelah mendapat pembayaran dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) senilai Rp4,18 miliar dipotong pembayaran fee perusahaan diperoleh nilai Rp2,964 miliar dan dari jumlah itu sebesar Rp1,465 miliar digunakan untuk kegiatan Sekretariat Jenderal KESDM yang tidak dibiayai APBN.
Sisanya sebesar Rp1,498 miliar diserahkan kepada Sri Utami dan juga dinikmati oleh Poppy (Rp148 juta), Jasni (Rp156,2 juta), Johan (Rp120,4 juta) dan Agus Salim (Rp200 juta).
Kegiatan kedua adalah sepeda sehat dalam rangka sosialisai hemat energi tahun 2010 dengan anggaran Rp4,175 miliar dengan rencana dilaksanakan dalam enam paket kegiatan di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta dan Denpasar.
Namun atas perintah Waryono, Kepala Biro Umum Arief Indarto merevisi anggaran itu dan dipecah menjadi 43 paket bernilai di bawah Rp100 juta.
Kegiatan itu pun ternyata tidak jalan dan sehingga Jasni, Poppy Johan hanya menyiapkan dokumen LPJ termasuk membuat dokumentasi seolah-olah yang hanya dilakukan di lapangan SMA Veteran, lapangan Bobosan, lapangan Karanglewas, lapangan Baturaden, lapangan Mercy dan Lapangan Universias Soedirman.
“Masing-masing empat panggung yang disetting sedemikan rupa seolah tempat dan waktu penyelenggaraan sepeda sehat dilaksanakan di enam kota itu,” ungkap jaksa.
Pembayaran untuk anggaran sepeda sehat yang turun dari KPPN adalah Rp3,7 miliar dan setelah mendapat pembayaran maka Jasni, Poppy dan Johan memberikan fee sebesar 2-5 persen kepada perusahaan yang dipinjam namanya.
Sisa uang Sisa uang yang mencapai Rp1,1 miliar diserahkan kepada Sri Utami, kemudian juga dinikmati Poppy (Rp427,6 juta), Jasni (Rp318,469 juta), Dwi Purwanto (Rp15 juta), Bambang Wijiatmoko (Rp20 juta), dan Johan (Rp1,034 juta).
Kegiatan ketiga adalah perawatan gedung kantor Sekretariat Energi dan Sumber Daya Mineral tahun anggaran 2012 dengan anggaran Rp56,507 miliar.
“Namun karena tidak ada data pendukung berupa Rencana Anggaran Biaya, price list, analis biaya kegiatan dan daftar investasi sehingga anggaran tersebut diblokir oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan,” ungkap jaksa.
Dengan adanya pemblokiran tersebut, Waryono mengajukan revisi anggaran dan permohonan buka blokir ke Direktorat jenderal Anggaran kementerian Keuangan dengan memperbaiki syarat-syarat dan membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang intinya menyatakan tanggung jawab penuh atas satuan biaya yang digunakan dalam penyusunan rencana kerja 2012.
Setelah revisi, anggaran yang direvisi menjadi Rp37,817 miliar namun hanya Rp17,548 miliar yang digunakan untuk merenovasi tiga gedung Setjen KESDM (Plaza Centris) di Jalan HR Rasuna Said, gedung Setjen KESDM di Jalan Pegangsaan Timur dan Gedung Setjen KESDM di Jalan Medan Merdek Selatan.
Untuk renovasi di Plaza Centris dianggarkan Rp1,83 miliar yang dibagi dalam 37 paket pekerjaan, namun ternyata renovasi tidak dilakukan dan hanya menyiapkan perusahaan-perusahaan seolah-olah sehingga biaya pekerjaan lapangan hanya Rp616,05 juta dari pembayaran oleh KPPN sejumlah Rp1,621 miliar.
Sisa uang sebesar Rp1,005 miliar diserahkan kepada Yayasan Pertambangan dan Energi (YPE) dimana Waryono menjadi bendaharanya Dalam renovasi gedung kantor Setjen KESDM di Jalan Pegangsaan senilai Rp2,69 miliar terbagi dalam 27 paket pekerjaan, namun kembali tidak dikerjakan dan hanya melengkapi administrasi seolah-olah.
Pembayaran dari KPPN untuk renovasi mencapai Rp2,399 miliar namun uang yang digunakan untuk pekerjaan lapangan hanya sebesar Rp1,495 miliar.
Renovasi ketiga untuk gedung Setjen KESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan sebesar Rp7,968 miliar yang dibagi dalam 78 paket pekerjaan.
Namun kegiatan yang dilakukan hanya meminjam beberapa perusahaan dengan imbalan sebesar dua-lima persen nilai proyek, sehingga dari pembayaran KPPN sebesar Rp5,545 miliar yang digunakan untuk pembayaran hanya Rp4,215 miliar.
Dari ketiga kegiatan tersebut, Waryono mendapat keuntungan sebesar Rp150 juta dan juga memperkaya sejumlah pihak yaitu Sri Utami (Rp2,39 miliar), Bambang Wijiatmoko (Rp20 juta), Agus Salim (Rp200 juta), Arief Indarto (Rp5 juta), Poppy Dinianova (Rp585 juta), Jasni (Rp474,7 juta), Johan (Rp1,15 miliar), Sutedjo Sulasmono (Rp81 juta0, Cawa Awatara (Rp30 juta), Agung Pribadu (Rp25 juta), Suryadi (Rp5 juta), Indah Pratiwi (Rp157,7 juta), Widodo (Rp103,77 juta), Vitor Cornelis Maukar (Rp459,7 juta), Drajat Budianto (Rp210 juta), Dwi Pruwanto (Rp15 juta), Bayu Prayoga (Rp800 juta), Haris Darmawan (Rp3 miliar), Daniel Sparingga (Rp185 juta), Sugiono (Rp60,862 juta), Tri Joko Utomo (Rp366,36 juta), Matnur Tambunan (Rp155,921 juta), ausar Armanda (Rp209,74 juta), Darwis Usman (Rp158,57 juta), Wayan Mulus Desi Herlinda (Rp10,745 juta), Anwar Rasyid (Rp8,71 juta), Yayasan Pertambangan dan Energi (YPE) sebesar Rp866,5 juta dan 101 perusahaan pinjaman seluruhnya Rp945,62 juta.
Atas perbuatan tersebut Waryono didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain didakwa merugikan keuangan negara, Waryono juga didakwa memberikan 140 ribu dolar AS kepada mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana dan menerima gratifikasi sebesar 334,862 dolar AS. AN-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.