Denpasar (Metrobali.com)-
Warga Desa Adat Temukus, Kabupaten Buleleng minta cagub Bali mendatang berkomitmen melindungi tanah-tanah adat dari upaya pengambilalihan oleh pihak tertentu, yang ditengarai bisa dibekingi oleh investor hitam. Seperti yang dialami warga Temukus, tanah setra  seluas 60 are yang kini sudah bernilai sekitar Rp 150 juta per are, tiba-tiba digugat ke PN Singaraja oleh Nyoman Suweca, warga Sukasada, yang mengaku membeli tanah tersebut tahun 1970-an dari seseorang yang notabena adalah mertuanya.
Mereka minta gubernur dan bupati melindungi tanah adat dan membeayai pensertifikatannya dengan anggaran negara, agar tanah-tanah adat ini tidak mudah dirampas oleh pihak tertentu. Aspirasi itu disampaikan melalui telepon ke HP Ketua Koalisi Masyarakat untuk Pilgub Bali (KMPB), Putu Wirata Dwikora di poskonya, di Denpasar, Selasa (29/1), dan speaker HP dibuka keluar, hingga para wartawan mendengar langsung penyampaian aspirasi warga yang diwakili kuasa hukumnya, Gde Harja Astawa,SH.
            ‘’Kami minta maaf kepada Koalisi, di perjalanan sekitar Sukasada, terpaksa membatalkan berangkat ke Posko Denpasar, karena harus balik ke Temukus. Soalnya, krama  Temukus yang sekitar 3 ribuan orang, sepulang dari PN Singaraja, mengamuk, menebangi pohon, memblokir jalan dan menyebabkan kemacetan hampir 5 km,’’jelas Harja.
            Massa mengamuk, karena merasa dipermainkan oleh pemohon yang mengajukan gugatan  ulang setelah sebelumnya mencabut gugatan, tapi tidak hadir dalam sidang pertama Selasa kemarin. Secara hukum, krama sudah menguasai tanah itu sejak sebelum kemerdekaan RI dan tidak pernah ada keberatan dari pemohon yang mengaku membeli tanah itu tahun 1970-an. Kalaupun pemohon mengajukan bukti adanya putusan pengadilan tahun 1970-an tentang tanah tersebut, setelah dicek kuasa hukum termohon, objek putusan bukanlah tanah setra Desa Adat Temukus.
            Menanggapi aspirasi tersebut, ketua KMPB Putu Wirata Dwikora menyatakan, ‘’Koalisi tidak masuk dan tidak mencampuri sengketa hukum dalam tanah tersebut karena sudah ada penasihat hukum yang membantu. Kami melihat aspek tanah setra  sebagai aset adat dan budaya yang perlu dilindungi dari pengalihan pihak tertentu yang memperalat hukum untuk maksud-maksudnya. Tentu kami berharap, para hakim akan memutus secara profesional menurut hukum dan alat-alat bukti yang ada. Yang pokok, aspirasi krama bahwa cagub-cagub mendatang harus punya komitmen untuk melindungi tanah-tanah adat dari upaya pengalihan, jadi komitmen kami juga untuk memasukkannya dalam daftar kontrak politik bagi para kandidat. Jangan sampai tanah adat yang sudah jadi milik dan dikuasai turun temurun, karena kekuatan uang oleh orang tertentu bisa diklaim dan dialihkan dengan memperalat penegak hukum kita,’’ kata Putu Wirata.
            Prinsipnya, aspirasi warga Temukus ini menambah substansi dari kontrak politik yang ditawarkan bagi para kandidat, karena hal itu wajar diminta masyarakat. Warga juga mengeluhkan, para anggota DPRD tidak ada yang turun dan merespon permasalahan yang mereka adukan, padahal ketika kampanye menjelang pemilu, mereka berjanji akan memperjuangkan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
‘’Anggota dewan yang dapat banyak suara dan dukungan di Temukus, tak satupun merespon permasalahan warga, itu keluhan mereka. Pejabatlah yang mengajarkan warga melakukan kekerasan dengan penebangan pohon seperti ini, memblokir jalan sampai macet; sebab kalau tidak dipaksa begini, pejabat itu tidak tanggap dan tidak turun,’’ cetus Harja. PW-MB