Dituding Rusak Harga Pasar Dan Adu Domba

Warga Seminyak Larang Grab dan Uber Beroperasi di Wilayahnya

Penolakan warga dengan memasang Baliho Tolak Grab dan Uber beroperasi di Bali disejumlah titik lokasi di Kelurahan Seminyak.

Kuta (Metrobali.com)-

Aksi penolakan beroperasinya angkutan Grab dan Uber di Bali makin meluas. Setelah wilayah Canggu dan sekitarnya, kini aksi penolakan terhadap bisnis transportasi angkutan berbasis aplikasi impor ini disuarakan para perwakilan para sopir angkutan dari Jimbaran Carik Transport yang dibackup oleh hasil keputusan paruman Banjar. Penolakan warga terhadap Grab dan Uber beroperasi di Bali mereka curahkan dalam sebuah baliho penolakan Grab dan Taksi Uber dibeberapa titik lokasi dikelurahan Seminyak, Banjar Adat Basangkasa, Desa Adat Kerobokan, Kuta Tengah, Badung.

Sikap penolakan itu dipertegas oleh Kelian Suka Duka Banjar Jimbaran Carik Basang Kasa, Seminyak, Kuta, Badung, I Ketut Budiarta yang menyatakan penolakan bisnis transportasi berbasis aplikasi itu, mereka lakukan lantaran mengacu keputusan banjar sejak 22 Januari 2016 lalu. “Melihat keluhan masyarakat, kami berdasarkan kesepakatan warga menolak bisnis yang berbentuk aplikasi Grab dan Uber secara tegas menolak beroperasi di Bali. Hal itu kami tunjukan lewat Baliho penolakan Grab dan Uber Taksi yang kita pasang didepan Restauran Kudeta, di depan The Seminyak Hotel, perbatasan banjar adat Basangkasa, di Depan Seminyak Square, di Depan Samaja Villas, ucap Budiarta ditemui, Senin (1/2).

Penolakan terhadap Grab dan Uber Taksi beroperasi di Bali, kata Budiarta, selain ilegal atau tidak berizin serta tidak bayar pajak ke Pemda Bali, juga merusak pasaran tarif sopir lokal di Bali. Dengan munculnya Grab dan Uber Taksi dibiarkan beroperasi di Bali akan merugikan masyarakat lokal yang membuat persaingan yang tidak sehat. “Mereka (Grab dan Uber Taksi) mengadu domba saudara-saudara kita. Merusak pasaran lokal masyarakat kami. Kami memandang transportasi lokal ini merupakan penjelmaan sawah-sawah kami yang menjadi hotel dan restoran sebagai pendukung kegiatan di banjar adat,” ungkapnya.

Selain itu, Budiarta mengaku masyarakat yang telah terjun bekerja sebagai sopir tidak mungkin keluar mencari pekerjaan lain karena faktor usia dan kegiatan adat yang berbeda di Bali. Ia mengaku saat ini, didaerahnya sekitar 45 warga sebagai sopir lokal baik angkutan sewa dan taksi yang kini merugi dan pengasilannya menurun hingga 60 persen. “Sejak Grab dan Uber Taksi beroperasi di Bali kita sudah mulai jeblok pengasilannya. Yang jelas kami mempunyai acuan jika kulkul berbunyi harus keluar ke banjar. Pekerjaan jadi sopir inilah salah satunya yang mendukung masyarakat kami,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, I Gede Sukarya, selaku Prajuru Banjar Jimbaran Carik Basang Kasa, Seminyak, Kuta menerangkan setelah pihak warga bersama banjar melakukan pelarangan dan penolakan Grab dan Uber Taksi beroperasi diwilayahnya, turis mancanegara yang menggunakan jasa transportasi lokal kini sudah mensupport ekonomi masyarakat lokal. “Uang yang dibayarkan untuk transportasi lokal akan kembali ke masyarakat lokal. Wisatawan mancanegara kini mendukung penolakan Grab dan Uber Taksi ini untuk mendukung masyarakat lokal,” terangnya.

Ia menegaskan jika sopir Grab dan Uber Taksi tetap ngotot memasuki wilayah Seminyak dan sekitarnya menaikkan dan mencari penumpang maka pihaknya bersama banjar setempat akan menegurnya secara keras dan memberi sanksi. “Kita akan lakukan pencekalan dengan menayakan kepada sopir Grab atau Uber Taksi, kalau ngotot kita akan tegur keras dan memberikan saksi dengan melarang menaikan penumpang diwilayah Seminyak dan sekitarnya,” tandasnya. AW-MB