Indonesian Vice President designate Boediono speaks in Singapore

Jakarta (Metrobali.com)-

Wakil Presiden Boediono meluncurkan Program Nasional Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat melalui REDD+ untuk menandakan dimulainya era baru melembagakan partisipasi masyarakat tersebut secara penuh dan efektif mengelola sumber daya alam.

“Program ini merupakan langkah penting sebagai bagian dari perjalanan menempatkan peran dan posisi masyarakat hukum adat ke dalam sistem nasional. Langkah ini sangat taktis dan strategis karena semua pihak mengambil peran dalam kerja sama ini,” kata Boediono saat meluncurkan program itu di Istana Wapres Jakarta, Senin (1/9).

Hadir dalam acara itu Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Amir Syamsuddin, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto serta sejumlah duta besar.

Menurut Boediono, berbagai langkah parsial telah dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga namun lebih penting untuk mengkoordinasikan semua upaya secara cermat dan sistematis.

Program nasional ini, kata Boediono, termasuk dalam rencana Aksi Penuntasan 100 hari terakhir pemerintahan Presiden Yudhoyono yang melibatkan sembilan kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi Geospasial, Komnas HAM, dan Badan Pengelola REDD+.

Kuntoro Mengkusubroto mengatakan program ini merupakan suatu bentuk pengakuan tidak hanya terhadap hak masyarakat adat tapi juga suatu bentuk pengakuan bahwa terobosan pemerintah dapat terjadi jika ada kepemimpinan dan kemauan kuat untuk satu tujuan sama.

Menurut dia, sekalipun sudah ada peluncuran program tersebut namun perjalanan panjang masih terjadi dan akan dihadapi dengan transisi pemerintahan sehingga menimbulkan ketidakpastian apakah akan dilanjutkan atau tidak.

“Akan tetapi saya yakin bahwa selama ini kita bisa saling mengingatkan terhadap janji yang dibuat, dan selama ada koordinasi dan kemauan dari pimpinan kita maka ini tidak akan jadi masalah,” kata Kuntoro.

REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation in Developing Countries Plus atau Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara-Negara Berkembang) adalah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang disepakati 190 negara dalam “United Nation Framework Convention on Climate Change” atau biasa disebut UNFCCC (Masripatin, 2007).

REDD+ merupakan kolaborasi terbaik antara negara maju yang tidak banyak memiliki lahan hutan dengan negara berkembang yang memiliki hutan tropis yang luas dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). REDD+ menyertakan tiga peran hutan yaitu konservasi, berkelanjutan pengelolaan hutan dan meningkatkan stok karbon. AN-MB