Denpasar (Metrobali.com)-

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Pemerintah Provinsi Bali membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) untuk mempercepat akses publik terhadap informasi.

“Dengan tidak adanya PPID, badan publik bisa dengan seenaknya mengatakan informasi tersebut dikecualikan tanpa melakukan klasifikasi dan uji konsekuensi sehingga akan mempersulit masyarakat mendapat informasi,” kata Adi Sumiarta dari Divisi Advokasi dan Hukum Walhi Bali saat memnyampaikan pengaduan kepada Ombudsman RI Perwakilan Bali di Denpasar, Senin (10/6).

Walhi bersama Kekal Bali, Frontier Bali, dan Sloka Institute melaporkan Gubernur Bali dan Dinas Kehutanan setempat ke Ombudsman terkait belum di bentuknya PPID di lingkungan pemerintahannya.

Laporan dari Kekal Bali, Frontier Bali, Sloka Institute, dan Walhi tersebut diterima langsung oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali Umar Ibnu Alkhatab dan Asisten Bidang Pencegahan Ni Nyoman Sri Widianti.

Dalam laporannya Walhi memberikan contoh nyata saat Walhi Bali memohon informasi terkait dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 1.051/03-L/HK/2012 tanggal 27 Juni 2012 tentang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam pada Blok Pemanfaatan Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai Provinsi Bali seluas 102,22ha kepada PT. Tirta Rahmat Bahari.

Saat itu Pemprov Bali dalam hal ini Dinas Kehutanan mengatakan, upaya kelola limbah/upaya pengelolaan limbah (UKL/UPL) adalah informasi yang dikecualikan. Padahal secara nyata UKL/UPL tersebut merupakan dokumen yang terbuka untuk publik sehingga tanpa melakukan sengketa informasi tersebut harus di berikan.

Selain itu, Adi juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap Dinas Kehutanan yang sampai saat ini belum menanggapi permohonan informasi Walhi Bali terkait Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali No. 188.46/89/XI/2012 tanggal 12 November 2012 tentang evaluasi dalam rangka penyempurnaan pengelolaan Tahura Ngurah Rai tahun 2012 beserta lampirannya.

Padahal menurut Adi, sesuai dengan pasal 22 ayat (7) UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), paling lambat 10 hari kerja sejak diterimanya permintaan, badan publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis.

“Namun setelah lewat 10 hari Dinas Kehutanan tidak juga memberikan pemberitahuan tertulis terhadap permohonan informasi tersebut, dan bahkan mengantakan untuk kembali diselesaikan melalui sengketa informasi yang memakan waktu lumayan lama,” tegasnya.

Adi menilai, hal tersebut tidak sesuai dengan asas keterbukaan informasi yang cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana.

Selain itu juga tidak sesuai dengan tujuan adanya undang-undang keterbukaan informasi yaitu menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik dan mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Sementara itu, Agus Sumberdana dari Sloka Institute mengatakan berkaca dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan UU KIP di Bali masih sangat jauh dari baik.

“Indikator pertama yang bisa dijadikan tolak ukur adalah belum ditunjuknya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali,” ujarnya.

Menurut dia, peranan PPID sangatlah penting meliputi penyediaan (penyimpanan, pendokumentasian, dan pengamanan informasi publik), pelayanan informasi publik, pengelompokan (klasifikasi) informasi hingga melakukan uji konsekuensi terhadap informasi yang dianggap dikecualikan.

Padahal sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) PP 61 tahun 2010 menyatakan Badan Publik harus sudah menunjuk PPID paling lama 1 tahun sejak PP disahkan. Ayat (2) menyatakan dalam hal PPID belum ditunjuk, tugas dan tanggung jawab PPID dapat dilakukan oleh unit atau dinas di bidang informasi, komunikasi, dan/atau kehumasan.

“Pemrov Bali jangankan membentuk PPID, menunjuk dinas di bidang informasi, komunikasi, dan/atau kehumasan sebagai PPID sementara pun tidak,” ungkapnya.

Ia menambahkan Pemprov Bali masih kalah langkah dengan pemerintah kabupaten seperti Jembrana, Gianyar, Bangli, Karangasem, Tabanan, dan Denpasar yang sudah terlebih dahulu menunjuk PPID.

Selain itu, Pande Nyoman Taman Bali dari Frontier Bali mengatakan hal yang sama bahwa keterbukaan informasi publik merupakan salah satu faktor pendorong terbentuknya “good governance” dan “clean goverment”.

“Dengan akses informasi yang mudah dan terbuka masyarakat bisa terlibat langsung di dalam melakukan pengawasan dan control terhadap setiap kebijakan pemerintah termasuk didalam kebijakan pengelolaan lingkungan,” katanya.

Sementara itu, Asisten Bidang Pencegahan Ombudsman Bali Ni Nyoman Sri Widianti mengatakan akan mempelajari terlebih dahulu laporan dari Kekal Bali, Frontier Bali, Sloka Institute, dan Walhi Bali.

“Laporan ini akan kami pelajari terlebih dahulu, apakah merupakan kewenangan Ombudsman atau tidak,” ungkap Sri.

Ia mengatakan, sangat mendukung upaya yang dilakukan oleh Kekal Bali, Frontier Bali, Sloka Institute, dan Walhi Bali terkait dengan keterbukaan informasi dan pelayanan publik di Bali, karena hal ini akan bermanfaat banyak untuk masyarakat yang ingin melakukan kontrol dan pengawasan terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan. INT-MB