Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Dewan Daerah Walhi Bali, I Wayan Suardana mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali segera mengeluarkan regulasi tentang pembatasan penggunaan air bagi industri pariwisata di Bali.

“Regulasi tentang pembatasan pemakaian air oleh pemerintah terhadap hotel, vila, homestay dan sarana pendukung pariwisata lainnya sangat diperlukan, karena selama ini penggunaan air, terutama air bawah tanah sangat besar,” papar pria yang akrab disapa Gendo ini, Kamis (22/8).

Dari hasil investigasi Walhi, sambung Gendo, di daerah Kerobokan dan Umalas saja terdapat lebih dari 1.000 vila. Semuanya memiliki kolam renang. Artinya, imbuh dia, dalam satu kelurahan saja sudah ada 1.000 kolam renang yang semuanya menggunakan air bawah tanah.

Bila dalam satu kelurahan ada 1.000 vila dengan fasilitas kolam renang, maka menurut Gendo hampir dipastikan penggunaan airnya sangat konsumtif, eksploitatif dan melebihi hidrologi siklus air.

“Air sekarang di Bali secara volume sudah krisis. Belum lagi kualitas air yang terus menurun. Potensi air permukaan selalu berkurang,” papar pria yang pernah dibui lantaran membakar poster Presiden SBY itu.

Akibat penggunaan berlebih, Gendo melanjutkan, krisis air, baik air bawah tanah maupun air permukaan sudah sangat mengancam di Bali. Data yang dirilis oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali menunjukkan jika saat ini ada sekitar 200 daerah aliran sungai (DAS) di seluruh Bali terus mengalami penurunan.

Bahkan sebagian besar dari jumlah tersebut ada yang sudah mengering. Belum lagi volume air yang saat ini masih ada. Sangat tidak layak untuk diminum karena sudah tercemar berbagai limbah.

“Artinya, krisis air ini sudah terjadi di depan mata dan dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi krisis air secara masif di Bali.”

Selain regulasi pembatasan air bagi akomodasi pariwisata, Walhi juga meminta sudah saatnya pemerintah memikirkan masterplan pembangunan secara komprehensif. Artinya, urai Gendo, perlu ada kajian mendalam soal keterbatasan SDA Bali dengan pembangunan berbagai akomodasi wisata serta berbagai industri lainnya.

“Sebab kebijakan yang dikeluarkan selama ini adalah kebijakan yang instan dan juga eksploitatif,” ucapnya. Bila tidak ada kebijakan pembatasan penggunaan air bagi akomodasi wisata, maka bencana yang paling tampak adalah intrusi air laut.

“Untuk wilayah Kuta, Legian dan Seminyak, saat ini intrusi sudah mencapai lebih dari 10 meter. Sedangkan wilayah Sanur hingga Suwung, intrusi sudah mencapai 1 kilometer ke darat,” tutup Gendo. BOB-MB