Wabup Suiasa saat pengukuhan Wasista sebagai bendesa Adat Kuta, Senin (17/9)

Tekankan sinergi dalam membangun Desa Adat Kuta dan Kabupaten Badung secara umum

Mangupura (Metrobali.com)-

Sinergi yang baik antara Desa Adat Kuta dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung, menjadi hal yang ditekankan oleh Bendesa Adat Kuta periode 2018-2023, Wayan Wasista. Dimana posisi desa adat tidak bisa lepas juga dengan peran pemerintah, dalam upaya pembangunan desa adat maupun kabupaten Badung. Seperti masalah keamanan, keacetan, pembangunan fasilitas umum, penataan pantai dan lain sebagainya.

“Nanti kita bersama-sama dengan pemerintah kabupaten Badung akan membahas masalah ini. Kita akan dilaporkan ke Bupati, untuk mensolusikan ini bersama-sama,”ujar Wasista ditemui, Senin (17/9) disela-sela upacara madengen-dengen pawintenan, mejaya-jaya lan pamikukuh Bendesa Adat Kuta sakeh 2018-2023.

Dipaparkannya, Kuta sebagai destinasi pariwisata internasional tentunya memerlukan penataan-penataan tersebut. Sebab hal itu menyangkut Palemahan, yang notabene merupakan aset Desa Adat Kuta, yang juga aset Pemkab Badung dan Bali. Terlebih lagi pantai Kuta merupakan ikon pariwisata Bali, untuk itu pihaknya menginginkan penataan pantai bisa dilakukan secara menyeluruh di pantai Kuta.

“Saya harap pantai Kuta bisa ditata secara keseluruhan, begitu juga pasar seni dan fasilitas lainnya. Kita  juga akan optimalkan struktural kita, prioritaskan perbaikan parahyangan, upacara atiwa-tiwa. Dengan upaya kita ini kita harap Kuta tetap lestari dan terjaga,”paparnya.

Wabup Badung, Ketut Suiasa yang hadir didampingi oleh Anggota DPRD Badung dapil Kuta, I Gusti Anom Gumanti, Ni Luh Gde Sri Mediastuti, MMDP kabupaten Badung, Muspika kecamatan Kuta dan undangan lainnya. Mengaku turut merasa senang dan bahagia, atas dikukuhkannya bendesa adat Kuta yang baru bersama prajurunya.

Ia berpesan agar bendesa bersama prajuru Desa Adat Kuta, bisa besinergi dengan pemerintah kabupaten Badung. Sebab dalam segala aspek strategis, baik kebijakan, pembangunan, kemasyarakatan, pemerintahan dan lain sebagainya, Pemkab Badung tidak bisa lepas dari sistem adat, kerama adat dan prajuru adat. Konsep otonom yang ada di desa adat dan kelurahan yang bersifat kedinasan, agar bisa bergerak bersama-sama, melakukan harmonisasi, konektifitas, sinergitas dalam pembnagunan.

Antara adat dan dinas adalah 2 konsep yang jangan dibedakan, jangan dipertentangkan dan jangan didualismekan. Tapi itu juga sesuatu yang tidak bisa kita persamakan, jadi suatu kesatuan yang sama. “Intinya kedua ini harus kita jadikan kualitas yang bergerak bersama-sama, saling memperkuat. Keduanya ini sebagai motor penggerak berbangsa dan bernegara, serta dinamika kemasyarakatan di Badung dan di Bali,”jelas Suiasa.

Sebagai desa adat yang berada di daerah pariwisata, tugas yang dilaksanakan oleh prajuru adat Kuta  dinilainya jauh berbeda dari segi jenis, ragam, kuantitas dan kualitas. Sebab pola kehidupan di Kuta jauh berbeda dengan desa lainnya, yang artinya beban tugas yang diswadharmakan kepada prajuru desa adat Kuta jauh lebih dari desa adat yang lain.

Untuk itu desa adat Kuta dinilainya harus memiliki pola main dan aturan main, yang dibuat kuna dresta desa adat Kuta, dan menjadi faktor penguat dari hukum positif yang tentunya tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. “Dalam perkembangan saat ini, desa adat mau tidak mau harus menggunakan sistem tertib administrasi dan bisa mengikuti era global, dengan memanfaatkan media IT. Lebih-lebih Kuta yang memiliki kompleksitas dan heteronitasnya melebihi daerah yang lain,”imbaunya.

Dinamisasi desa adat Kuta sebagai daerah otonom adat, harus bisa bersingkronisasi dengan peradaban zaman sekarang ini. Dimana penyesuaian-penyesuaian diperlukan untuk menimbulkan reduksi tata nilai, tanpa harus menghilangkan dan mengikis tata nilai yang sudah mentradisi. Reduksi yang terjadi hendaknya memberikan kekuatan terhadap tatanan nilai dan tradisi yang tumbuh mengakar di desa adat Kuta.

“Kami di perintah daerah memberikan kewajiban moral dan formal, bagaimana kita menjaga sistem adat di Kuta. Pemkab senantiasa siap bersama-sama dalam melakukan pola pengembangan dan kemajuan  wilayah Kuta diberbagai aspek. Semoga dengan usaha ini kemajuan adat dan pemberdayaan desa adat di kabupaten Badung dan khusunya di Kuta, bisa dilaksanakan dengan baik. Upaya pemkab badung semoga memberikan kontribusi yang positif dan produktif terhadap desa adat Kuta dan desa lainnya di Badung,”pungkasnya.

Sementara Ketua panitia pemilihan dan pengukuhan Bendesa Adat Kuta sakeh 2018-2023, Nyoman Yasa menerangkan Wayan Wasista terlipih sebagai bendesa Adat Kuta, setelah menyisihkan pesaingnya Made Badra dari banjar Pande Mas Kuta. Wayan Wasista yang berasal dari banjar Pelasa Kuta berhasil memperoleh 1249 suara dan Made Badra memperoleh 448 suara.

Jumlah total suara yang memilih sebanyak 1780 atau 80 persen lebih, dari total jumlah 2222 suara kerama ngarep dari 13 banjar di Kuta. Adapun surat suara yang rusak berjumlah 43 surat dan yang tidak memilih sebanyak 443 suara, sisanya yang tidak memilih kemungkinan bekerja dan kesibukan hal lainnya.

“Proses pemilihan berlangsung sangat transparan dan terbuka, dengan menggunakan tatib yang disepakati. Sebelum mengerucut, sebenarnya ada masing-masing calon yang diambil atau diusung dari masing-masing banjar di Kuta, ada 14 calon yang mengerucut menjadi 2 calon yang dipilih pada tanggal 19 Agustus dan disahkan 22 Agustus,”imbuhnya.

Editor      :  Whraspati Radha