Suasana Piodalan Batara Turun Kabeh di Pura Besakih

Jangan Memanfaatkan Pemedek untuk kepentingan politik sesaat

Denpasar, (Metrobali.com)-

Ada pejabat yang reputasinya jebol kini tiap tiga hari setor muka ke pemedek di Besakih sambil minta mereka acungkan salam dua jari (mungkin maunya dua periode).

“Bayangkan Pura Besakih pun dipolitisasi. Kita liat saja dampak murka Ida Batara Lelangit karena politisasi murahan ini,” kata pengamat politik I Gst Putu Artha dalam sebuah unggahan di akun media sosial miliknya, Minggu 16 April 2023.

Kata netizen, acungan dua jari di pura Besakih, idak patut. “Tangkil” ke Pura dengan niatan sarat pamrih (kabhyahparan), bisa dinilai “ngeletehin” Pura. Semestinta Paruman Sulinggih PHDI Bali mengingatkan.

“Tampaknya ini bentuk dari “kepanikan ” politik yang melanggar etika, “tilar ring sesana/dharma kriya”. Semestinya etika moral adalah basis terpenting dari prilaku kepemimpinan,” kata netizen itu.

Pada bagian lain, netizen berkomentar kalau Pemimpin Bali benar-benar orang Bali yang memiliki pemahaman Teologi Bali seharusnya tahu dan meresapkan makna Satu Pade Geguritan Sucita.

Dikatakan, etika kepemimpinan bisa juga merujuk geguritan Parama Tatwa Suksma kapipil antuk Ida Pedanda Made Kemenuh, sakeng Griya Sukasada, Singaraja:

“Di maya pada tuah saratang,
Ngewangun tingkah sane becik,
Da tungkas ring kepatutan,
Dasar moksha sane becik,
Nebus dosa sehari-hari,
Mangda sadya rempung nerus,
Ngungsi swarga ne utama,
Sekalayang dina ratri,
Benjang pungkur,
Suka wibane mapag”.

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Jro Gde Sudibya mengatakan, acungkan dua jari tangan tidak menghormati para sulinggih yang muput di Pura Besakih. Ini sudah “ngeletehin” Pura, melanggar etika kepemimpinan, tidak bisa dijadikan panutan, tidak lagi mengenal rasa malu, contoh nyata dari prilaku politik menghalalkan semua cara yang tidak pantas ditiru.

“Semestinya para pendeta yang karena “dharma” nya mesti menjaga kesucian Pura bersikap, tentang: gedung “jangkung” sane “ngungkulin” Pura Titi Gonggang, jarak gedung “jangkung” dengan Pura Manik Mas sangat dekat (sekitar 100 meter) yang semestinya menurut Bhisama Kesucian Pura dari PHDI apeneleng agung sekitar 5 km., kira-kira di kawasan Tukad Telaga Waja, sesuai dengan prinsip Besakih sudah punya “sistem” Alam untuk melindungi dirinya sendiri. Sekarang “dirusak” oleh kekuasaan yang mengabaikan etika dan moralitas yang semestinya dijunjung tinggi.

Prilaku politiknya ini, kata Jro Gde Sudibya, sebagai bentuk kampanye terselebung dengan “menumpang” acara krama Bali mebhakti ring Pura Penataran Agung Besakih, tidak saja punya indikasi melanggar UU yang mengatur kampanye Pemilu, tetapi juga ten manut DESA, KAlA, PATRA. Kearifan kehidupan yang sering dijadikan jargon oleh yang bersangkutan dalam banyak dan berbagai kesempatan dalam menjelaskan visinya.

“Dalam konteks ini, agaknya yang bersangkutan NIYTA WACANA (tidak satunya kata dengan perbuatan),” katanya. (Adi Putra)