Update Pungli Rumah Subsidi di Buleleng, Rp1 Miliar Disita dari Keluarga Tersangka IMK
Denpasar, (Metrobali.com)
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Buleleng, IMK, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) perizinan rumah subsidi. IMK ditahan sejak Kamis, 20 Maret 2025, usai menjalani pemeriksaan di Kejati Bali.
Dalam perkembangan terbaru, Jumat (11/4/2025), penyidik Kejati Bali menyita dana sebesar Rp1 miliar yang diserahkan oleh pihak keluarga tersangka IMK. Dana tersebut diketahui berasal dari pungutan yang dilakukan terhadap para pengembang perumahan bersubsidi di Kabupaten Buleleng.
“Total uang yang disita hari ini sebesar Rp1 miliar dan Rp. 4.200.000 yang disita dari rekening atas nama salah satu saksi yang dijadikan rekening penampungan olh tsk IMK,” ungkap Kasi Penkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, S.H., M.H.
Bahwa selama proses penyidikan yang berlangsung beberapa bulan terakhir, ditemukan bukti kuat bahwa IMK melakukan pungli sebesar Rp2 miliar dalam kurun waktu 2019 hingga 2024.
“Kami telah memeriksa 33 orang saksi dan menetapkan IMK sebagai tersangka. Bukti yang dikumpulkan menunjukkan adanya pungutan liar yang berujung pada pemerasan,” jelasnya.
Kasi Penyidikan Kejati Bali, Andreanto, S.H., M.H., menambahkan bahwa IMK memanfaatkan jabatannya untuk meminta uang dari para pengembang sebagai syarat kelancaran proses perizinan seperti KKPR, PKKPR, dan PBG. Bila tidak dipenuhi, maka proses perizinan menjadi lambat atau bahkan terhambat.
“Modus yang digunakan tersangka adalah memperlambat perizinan jika permintaan tidak dipenuhi. Ini menghambat program rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” tegas Andreanto.
Seiring penyidikan yang berkembang, Kejati Bali juga telah menyita sekitar 40 unit rumah yang berkaitan dengan kasus tersebut. IMK sempat berdalih bahwa pungutan dilakukan demi kepentingan pemerintahan, namun hasil penyidikan membuktikan bahwa praktik tersebut merugikan masyarakat.
Program rumah subsidi ini seharusnya menjadi bagian dari kebijakan nasional yang difasilitasi melalui skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) oleh BP Tapera. Tujuannya adalah untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat kurang mampu.
Namun, pungli dalam proses perizinan membuat realisasi proyek menjadi terhambat dan masyarakat berpenghasilan rendah pun menjadi korban.
IMK dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan huruf g Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dengan penahanan dan penyitaan yang dilakukan, Kejati Bali berharap dapat memberikan efek jera bagi pejabat publik lainnya dan memperbaiki tata kelola proses perizinan, khususnya dalam program strategis pemerintah seperti rumah subsidi.
Pihak Kejati Bali juga menegaskan bahwa unit rumah yang disita akan dikembalikan kepada pemilik sahnya setelah proses hukum rampung.
Kejati Bali mengajak masyarakat serta pengembang perumahan untuk tidak segan melapor jika menemukan indikasi praktik pungli dalam proses perizinan. Kejati Bali memastikan akan terus mengawal proses penyidikan dan memberi pembaruan terkait perkembangan kasus ini.
(jurnalis : Tri Widiyanti)