Dewa Nyoman Budiasa

 

Ketua Serikat Pekerja Laut, I Dewa Nyoman Budiasa
Denpasar (Metrobali.com)-

Meski berada di daerah pariwisata internasional, namun upah pekerja di Bali relatif lebih kecil, jika dibandingkan dengan upah minimum yang diterima pekerja di provinsi lainnya di Indonesia. Padahal, devisa negara dari sektor pariwisata yang disumbangkan Bali nilai cukup besar.  Demikkan pandangan yang diungkapkan Ketua Serikat Pekerja Laut, I Dewa Nyoman Budiasa, Rabu (10/5) di Denpasar.

Ia menyatakan di era yang serba konsumtif, upah pekerja di Bali justru masih sangat rendah. Kendati denyut perekonomian masyarakat Bali tumbuh signifikan, namun upah yang diterima ternyata masih kalah jauh dengan kota besar lainnya seperti Jakarta dan Surabaya.

“Upah pekerja berdasarkan UMR, UMK ataupun UMP, belum ideal. Pembaharuan upah minumum yang dilakukan serikat pekerja, dewan pengupahan, pemerintah dan perusahaan, harus menghitung berapa besaran yang pantas untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini”, ujarnya.

Tanggung jawab moral sebagai krama Bali untuk memerankan aktifitas adat di desanya, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Bagaimana bisa memenuhi hidup dengan upah rendah, sedangkan disisi lain, pekerja Bali juga harus membiayai aktifitas adatnya yang bisa terbilang cukup berat”, kilahnya.

“Inilah yang harus dipikirkan dalam menentukan berapa upah minimum yang berhak diterima pekerja. “Biaya adat juga harus dimasukkan ke dalam komponen penentuan berapa besaran upah minimum yang layak bagi pekerja di Bali”, pungkasnya.

I Dewa Nyoman Budiasa juga menyatakan, pariwisata Bali menjadi penyumbang besar devisa negara, lantas apa yang bisa dinikmati krama Bali atas kegigihannya mempertahankan adat budaya Bali. Bukankah Bali tersohor karena pariwisata budayanya, dan karena itu sepantasnyalah, krama Bali sebagai pelaku budaya, dipertimbangkan di dalam penentuan pengupahan kerjanya.

“Bayangkan kalau dalam satu bulan saja ada dua sampai tiga aktifitas adat, sudah berapa biaya yang harus dikeluarkan krama Bali”, tanyanya. “Bali dan khususnya kota Denpasar sebagai salah satu kota besar di Indonesia, upah minimumnya masih kecil dibandingkan dengan kota besar lainnya. “Sangat pincang dengan devisa yang dihasilkan, jadi upah minimum di Bali harus dikoreksi”, pintanya. ARI-MB