Pansus perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dipimpin Wayan Luwir Wiana menggelar raker dengan mengundang eksekutif, Kamis (8/9/2022).

 

Badung, (Metrobali.com)

Panitia Khusus (Pansus) Ranperda Perubahan atas Peraturan Daerah No. 8 tahun 2019 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melaksanakan rapat kerja bersama eksekutif, Kamis (8/9) di ruang rapat pimpinan DPRD Badung.

Rapat dipimpin Ketua Pansus Wayan Luwir Wiana didampingi Nyoman Gede Wiradana dan Ida Bagus Alit Argapatra. Hadir anggota pansus Gusti Lanang Umbara, Nyoman Suka, Made Wijaya, Nyoman Dirga Yusa, Luh Putu Gede Rara Hita Sukma Dewi, dan Kadek Suastiari, Kadis Pertanian Wayan Wijana serta OPD terkait.

Dalam kesempatan itu, Luwir Wiana mengatakan, Ranperda Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja. Hanya ranperda terkait pertanian ini harus mendapatkan perhatian khusus. “Ranperda ini sangat seksi, karena di Badung ini sudah banyak terjadi alih fungsi, jadi bagaimana kita di Badung mempertahankan lahan yang ada. Maka penting ranperda ini disusun bersama,” ungkapnya.

Menurutnya, pihaknya juga akan mengawal penuh implementasi ketika telah ditetapkan menjadi Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. “Bagaimana masyarakat Badung tertarik menjadi petani. Kalau mereka tertarik menjadi petani harus diberikan subsidi, seperti subsidi pupuk, saat gagal panen dengan begitu masyarakat tertarik menjadi petani,” ungkapnya.

Pihaknya mengakui, telah terjadi alih fungsi lahan di Kabupaten Badung, khususnya di wilayah Kuta Utara. Sebab, Badung tidak hanya memiliki sektor pariwisata, karena pertanian saat ini juga telah menjadi daya tarik wisata. “Karena itu kami kawal ini (ranperda-red) termasuk penegakannya, sehingga tidak menjadi macan ompong. Nanti kami akan rapat kerja dengan dinas terkait, seperti Satpol PP agar aturan ini diterapkan dengan baik,” tegasnya.

Nyoman Dirgayusa sependapat jika alih fungsi lahan di Kabupaten Badung sangat masif, bahkan penegak perda tak berdaya dibuatnya. Karena itu perlu adanya aturan yang tegas dalam mempertahankan pertanian. “Alih fungsi sangatlah marak, jadi harus jelas patokannya yang kita akan abadikan seberapa luas itu yang tidak boleh diutak-atik. Sebab, UU Cipta Kerja ini dibolehkan membangun di daerah pertanian. Karena itu saya mendukung aturan terkait pertanian ini dipertegas,” katanya.

Anggota Pansus lain Gusti Lanang Umbara menyatakan, di zaman modern ini, perlindungan terhadap lahan pertanian mengalami dilema yang luar biasa. Terlebih Bali, khususnya Badung merupakan daerah pariwisata internasional. Tentu ada dampak positif dan negatif yang didapat di sektor pertanian. “Dampak negatifnya, di sektor pertanian terutama yang wisatanya berkembang pesat lahan pertanian tentu berkurang.

Dampak positifnya, kita Kabupaten Badung mendapatkan penghasilan banyak dari pariwisata bahkan menjadi salah satunya yang terkaya,” katanya.

Dampak negatif lainnya kata politisi PDI Perjuangan asal Desa Pelaga, Petang itu tidak bisa melarang masuknya investor yang menyebabkan berkurangnya lahan pertanian di Badung. Melindungi lahan pertanian teknisnya harus diperdalam yakni dengan membuat peraturan yang tidak kaku dan tidak memberatkan masyarakat tetapi mampu melindungi lahan pertanian dengan meningkatkan taraf hidup para petani di Badung.

“Masyarakat harus mendapat dampak dan hasil maksimal dari hasil pertanian. Jika tidak maka mereka akan mencari sumber penghidupan yang lain dan meninggalkan pertanian. Maka semakin banyaklah lahan pertanian yang akan dijual. Masalah ini yang harus dipecahkan,” tegasnya.

Pihaknya pun meminta, pemerintah agar bisa melindungi masyarakat untuk bisa hidup sejahtera ketika menjadi petani. Terutama pasca panen, sebab ketika panen kadang-kadang harga anjlok bahkan pembeli tidak ada. “Bagaimana agar petani bisa menjadi petani yang bersaing dan mampu memenuhi kebutuhan pasar serta mampu mengkontribusikan kebutuhan hotel di Badung melalui hasil pertanian petani Badung,” ujarnya.

Sementara, Nyoman Gede Wiradana meminta, data pasti jumlah alih fungsi lahan terbanyak di Badung. Pihaknya pun meyakini, alih fungsi lahan terbanyak yakni di Kuta Utara. Sebab, belum bisa ditegakkannya aturan secara maksimal. “Sekarang apa upaya kita untuk mengerem di sana agar tidak kebablasan. Itu yang harus betul-betul dituangkan dalam perda ini. Agar kita tetap bisa memiliki lahan peraturannya harus diperketat, harus sedikit memaksa namun masih dalam norma-norma. Pemerintah agar memberi solusi agar masyarakat masih ingin dan mau menjadi petani. Jangan hanya dipaksa namun solusinya tidak ada, apalagi sekarang zaman teknologi harus memanfaatkan teknologi,” terangnya. (RED-MB)