Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)

Pertemuan kebudayaan yang sedikit membersitkan harapan, sebut saja melawan arus -against the stream- dari kehidupan politik yang begitu kumuh, ekonomi yang sarat ketimpangan, alam yang semakin rusak akibat ekonomisme pembangunan, pertumbuhan ekonomi sebagai panglima, abai pada lingkungan, pemerataan dan kearifan budaya lokal.

Hal tersebut dikatakan I Gde Sudibya, pengamat kebudayaan, Jumat 11 Oktober 2024.

Dikatakan, budaya adalah esensi penting dari masyarakat Bali, menyimak jawaban Gubernur Mantra atas pertanyaan Presiden Soeharto, kenapa Pemda Bali begitu ngotot ingin membangun Pusat Kesenian Bali, sedangkan daerah lainnya ngotot membangun proyek fisik seperti jalan dan jembatan?

Gubernur Mantra dalam penuturannya saat itu menjawab ke depan ekonomi masyarakat Bali akan semakin baik, tetapi kami ingin kemajuan ekonomi berjalan seimbang dengan dengan perkembangan kebudayaan. Jawaban cerdas nan visioner.

Menurutnya, pertemuan Ubud Writers 2024 yang semarak ini, di tengah multi krisis yang menimpa Bali, kita bisa merujuk pemikiran sastrawan Romo Mangun dalam orasi kebudayaan di TIM Jakarta tahun 1987: seniman kelompok masyarakat yang pertama melihat ufuk baru perubahan, diikuti oleh pebisnis, kalangan intelektual, agamawan, masyarakat umum, terakhir para politisi.

Dikatakan, dalam pandangan Romo Mangun, politisi berada di barisan paling bontot perubahan, karena mereka berhitung agar perubahan memberikan keuntungan dan atau dengan risiko paling minimal.

“Dalam Pandangan Romo Mangun, jangan harap para politisi menjadi agent perubahan -agent of change,” kata I Gde Sudibya, pengamat kebudayaan. (Sutiawan).