Tumpek Wariga, Bupati Klungkung Semestinya Satya Wacana dengan Kondisi Lingkungan Bukit Buluh
Klungkung, (Metrobali.com)
Saniscara Kliwon, Wuku Wariga, tepat jatuhnya perayaan hari Tumpek Wariga atau Tumpek Bubuh. Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta bersama Ketua TP-PKK Kabupaten Klungkung, Ny. Ayu Suwirta, Forkompinda dan seluruh Oraganisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan persembahyangan dan penanaman pohon di Pura Dalem Agung, Semarapura Kangin, Sabtu (8/7).
Usai melaksanakan persembahyangan dan penanaman pohon, Bupati Suwirta meminta dan mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dengan menanam dan merawat pohon yang telah memberikan kita sumber kehidupan. “Upacara ini memiliki nilai kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur untuk tetap bisa merawat dan cara kita berterimakasih kepada pohon dan tumbuh-tumbuhan,” ujar Bupati Suwirta
Menanggapi berita tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Jro Gde Sudibya mengatakan, patut diberikan catatan terhadap pernyataan Bupati Klungkung Nyoman Suwirta ini.
Dikatakan, Bupati Suwirta tidak konsisten dengan ucapannya. (nitya wacana) meminta masyarakat menjaga lingkungan, tetapi membiarkan Bukit Buluh “tergerus” merusak lingkungan dan punya potensi merusak sumber mati air di kawasan tsb.
Padahal, kata Jro Gde Sudibya kewenangan perizinan dalam penggerusan tanah ini ada pada Bupati. Menurut berita di medsos, ada warga yang protes terhadap polusi yang terjadi di Kecamatan Dawan, menurut berita, Bupati tidak memberi respons yang memadai. Padahal isu lingkungan adalah isu yang mendunia.
“Bisa disimak Kesepakatan Bali KTT G20 Nusa Dua Bali, 16 November 2022 tentang arti strategis dari Pembangunan Berkelanjutan, Ramah Lingkungan, Pengembangan Ekonomi Hijau dan mendesaknya program EBT (Energi Baru Terbarukan),” kata Jro Gde Sudibya.
Sekadar saran, lanjut Jro Gde Sudibya, lebih berempatilah terhadap konon 7.000 KK semeton yang ngempon “jejer kemiri pura ring sawewengkon Bukit Buluh”, bagaimama rasanya dan perasan kita, jika lingkungan pura yang kita sucikan, dan telah “diempon” ratusan tahun diperlakukan seperti itu.
“Filosofi kepemimpinan mengajarkan, sebagai yang diteladankan Soekarno, intelektual pendiri bangsa ini, pemimpin rakyat harus mampu menangkap suara hati nurani yang dipimpinnya,” tegas Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)