Denpasar, (Metrobali.com)

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali Tri Budhianto menegaskan, bahwa APBN  sudah bekerja sangat keras, untuk membantu masyarakat khususnya di masa-masa yang sulit ini.

Hal itu dikatakan Tri Budhianto kepada wartawan, Rabu (27/7) pada acara jumpa pers di Denpasar.

Lebih lanjut dikatakan, “Tapi, kalau kita bandingkan dengan sisi pengeluaran dan penerimaannya, maka penerimaan yang diambil dari Bali sekitar 3 triliyun, tapi kalau kita lihat angka rupiah-nya yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Bali itu sudah sangat banyak.”

Dikatakan, secara keseluruhan, untuk transfer ke daerah dan dana desa, termasuk belanja pemerintah pusat, sekitar 3,2 triliyun. “Itu baru yang ditransferkan dan dibelanjakan oleh instansi vertikal, belum dari PEN, yang langsung dari pusat, yang langsung dikirimkan ke masyarakat di sini, itu nilainya sudah 3,2 triliyun,” kata Tri Budhianto.

Kalau tahun lalu, kata dia secara tahunannya, juga sudah sekitar 4 triliyun. Jadi kalau kita hitung sudah sangat banyak. “Kalau semua yang menerima ini juga menyuarakan, saya yakin lebih banyak, karena yang menerima itu tidak menyuarakan, nanti coba lihat di datanya, di cek lagi,” katanya.

Dicontohkan, rata-rata penerimanya untuk setiap jenis bantuan sosial di Bali, di atas 70 ribu keluarga, kalau 70 ribu keluarga itu isinya empat, sekitar 280 ribu. Sementara, penduduk Bali itu empat jutaan. Itu untuk satu jenis bantuan, ada beberapa jenis bantuan yang berbeda-beda. Memang ada yang jenisnya misalkan penerima sembako dan beras yang merupakan PKH (Program Keluarga Harapan) bisa kita anggap keluarganya sama.

Tapi ada juga penerima bantuan yang tidak boleh menerima bantuan lainnya. Sehingga kalau kita hitung sudah cukup banyak. Ini yang tidak pernah disuarakan, sehingga seolah-olah masyarakat kita bnayak yang belum menerima bantuan.

Ia menambahkan, bantuan belum yang dari BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang di desa-desa itu, khusus untuk masyarakat yang tidak menerima bantuan dari pemerintah yang lainnya, yang di luar data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Itu BLT yang di desa.

“Jadi BLT ini sudah menyatu yang lolos dari DTKS, misalkan. Nah ini ingin kita sampaikan bahwa hingga saat ini realisasinya rekan-rekan media sudah lihat, sudah sekitar 3 triliyun-an untuk yang PEN yang ada di Bali. Nah, disamping itu juga kita berupaya agar peran dari belanja pemerintah ini untuk menahan supaya perekonomian kita tidak semakin terkontraksi,” katanya.

Kita juga mengakselerasi belanjanya, jadi kontribusi di belanja pemerintah memang tidak begitu besar kalau di Bali misalkan. Di Bali itu kita tahun lalu 12%an tetapi yang kita harapkan multiplier effect-nya.

Jadi jangan dilihat belanja pemerintah, misalkan kita beli kue, hanya beli kue saja, karena dia akan berdampak kepada penyedia bahan bakunya, dia berdampak pada tenaga kerjanya. Jadi itu multiplier effect-nya yang kita harapkan.

Nah, makannya kami juga bersama-sama, di bulan Juni itu sudah banyak yang merealisasikan anggaran di APBD, nah kalau ini kita bisa sinergikan antara belanja pemerintah pusat dengan APBD-nya, maka ini menjadi sesuatu yang luar biasa.

“Jadi kami selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk sama-sama kita mempercepat belanjanya. Jika kita lihat di televisi, bagaimana ibu menteri, bagaimana bapak menteri, presiden, “belanja, belanja, belanja”, karena apa? untuk perekonomian kita ini sebagian besar masih bertumpunya masih di konsumsi. Jadi perlindungan sosial ini bagian dari kita untuk mempercepat konsumsinya, supaya perekonomian kita tidak terlalu terkontraksi,” katanya.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJKN Bali Nusra, Anugrah Komara mengatakan, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun 2021 lebih drop lagi, itu yang menjadi parameter yang patut kita cermati, karena pariwisata adalah motor penggerak di Bali, adanya wisatawan, perdagangan bergerak, transaksi bergerak.

Dikatakan, di tengah begitu sangat menurun jumlah kunjungan, bahkan sekarang menurun sangat drastis. Kita harapannya potensi sampai akhir tahun bisa naik lagi, dengan asumsi Covid-19 segera berlalu, sehingga bisa normal kembali, akses ke Bali bisa dibuka lagi, dan kalu bisa terjadi seperti itu, pariwisata semakin menggeliat lagi.

“Kita sama-sama berjuang, pemerintah juga sudah sangat gigih memperjuangkan agar penanganan Covid-19 ini bisa berhasil dengan baik, sehingga perekonomian secara nasional juga dapat tumbuh kembali. Kalau tidak, kritis semester I memang kondisinya kita masih PPKM, bahkan makan di restoran harus dikasi waktu, itu kan transaksi akhirnya menurun.”

” Harapan kita agar Covid-19 segera berlalu, Juli Agustus September, bisa menggeliat lagi. Ini kita selalu evaluasi terus, jadi kita di kementerian keuangan mementingkan kondisi di lapangan. Jadi, pasti akan disesuaikan dengan kondisi, dan Bali ini memang spesial, jadi setiap periode dievaluasi terus oleh Pak Dirjen supaya,” katanya.

“Percayalan bahwa pemerintah sangat fair, adil, menjunjung tinggi prinsip keadilan, sesuai ketentuan dan data yang ada di lapangan. Wajib pajak kami apresisasi, telah menjalankan kewajiban dengan baik,” katanya.

Sementara itu, PLt. Kanwil DJBC Bali NTB NTT, I Made Wijaya mengatakan, kalau penerimaan kami, di Bea Cukai, itu 89,95% dan hampir 90% itu, itu disupport oleh penerimaan cukai. Penerimaan Cukai itu 95% diampu oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Denpasar.

Dikatakan, di Bali, dari target 658 miliyar itu, nanti akan dihasilkan dari 33 perusahaan yang memproduksi minuman beralkohol di Bali. Jadi 10 persennya target itu kami akan penuhi dari bea masuk, sedangkan 90 persennya itu akan dipenuhi dari cukai. Cukai-nya 95% dari cukai mengandung ethyl alkohol, minuman beralkohol.

Editor : Sutiawan