mendak tirta
Mangupura, (Metrobali.com) –
Tradisi unik yang menggambarkan betapa eratnya hubungan antara pemimpin dengan rakyatnya (Manunggaling Kawula Lan Gusti) yang dibangun oleh dinasti Kerajaan Mengwi sejak abad ke-16 hingga kini tetap berlanjut. Tradisi dimana petani di wilayah kabupaten Badung yang diawali dengan mendak tirta ketika akan memulai bercocok tanam dan padinya sudah memasuki pase mulai berisi, selanjutnya menghaturkan sebagian hasil panen “suwinih” sebagai wujud Rasa Bhakti dan rasa terima kasih krama subak kepada Puri Ageng Mengwi hingga kini terus berjalan secara harmoni.
            Penglingsir Puri Ageng Mengwi A.A. Gde Agung yang ditemui disela-sela menerima krama Subak Pangsut Sari, Banjar Sidan, Kec. Petang yang usai menghaturkan upacara mendak tirta di Merajan Puri Ageng Mengwi, Senin (11/5) lalu mengungkapkankan, bahwa tradisi nunas ica sekaligus Mendak Tirta dan “Nyuwinih” ini sudah terjadi sejak dulu dan hingga kini tetap dipertahankan. Tradisi dimana hubungan antara Puri dengan masyarakat petani yang sangat kental ini diyakini oleh para krama subak mampu meningkatkan penghasilan petani mulai dari, produktivitas pertanian, dapat mengusir hama tanaman serta memudahkan untuk mendapat air. “Tradisi ini sudah dilaksanakan dari dulu di Merajan Puri Ageng  oleh beberapa subak, bukan hanya di Mengwi termasuk juga subak dari Abiansemal maupun Petang dan lainnya. Tradisi ini tetap berlanjut hingga sekarang,” jelas Bupati Gde Agung.
            Gde Agung menjelaskan, tradisi mendak tirta di Merajan Puri Ageng biasanya dilakukan krama subak pada setiap akan menanam dan juga pada setiap akan mulai padi memasuki pase generatif/berbuah. Selanjutnya Tirta  akan ditaruh di Pura Dugul/pura pengulun subak dan besoknya baru dipercikkan dimasing-masing sawah. sementara untuk upakara caru/Pelaban dibawa ke sumber air dari subak tersebut, sehingga semua subak yang dialiri oleh air mendapat upakara ini. “Tradisi ini sudah diwariskan  sejak dulu dan karena keyakinan krama subak ada beberapa subak baru yang memohon tirta ke Merajan Puri Ageng Mengwi, seperti yang dilakukan krama subak Pangsut Sari, Banjar Sidan, Desa Belok/Sidan Petang,” tambahnya. Gde Agung juga menuturkan bahwa, dulu biasanya Ayahnda  Beliau langsung turun ke sawah-sawah melaksanakan upacara di Pura Dugul. Beliau juga langsung memimpin upacara sekaligus memecikkan tirta di sawah. “Yang saya tahu tradisi ini sudah ada sejak dulu kala, dan sekarang karena padatnya aktifitas tugas – tugas pemerintahan, pembangunan dan kegiatan sosial kemasyarakatan sehinga  pihaknya belum bisa melaksanakan seperti itu. Mudah-mudahan setelah berakhir masa jabatan sebagai Bupati Badung akan bisa melaksanakan tugas-tugas saya selaku Penglingsir Puri  lebih maksimal, dalam rangka mensejahterakan masyarakat secara niskala,” kata Gde Agung.
            Lebih lanjut dikatakan, bahwa setelah petani itu menghasilkan, biasanya ada persembahkan ke Merajan sebagai rasa bakti dan terima kasih petani, baik itu berupa padi saetan, gabah atau berupa beras. “Apabila sudah berhasil dalam artian tidak diganggu oleh hama penyakit tananam, hasil penennya bagus, produktivitasnya meningkat, sebagain kecil hasil pertanian disisihkan untuk dipersembahkan ke Merajan sebagai ucapan terima kasih dari krama subak itu,” jelasnya. RED-MB   
 
Caption.
Penglingsir Puri Ageng Mengwi A.A. Gde Agung melaksanakan upacara mendak tirta di Merajan Puri Ageng Mengwi, Senin (11/5) lalu.