Foto: Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra).

Jakarta (Metrobali.com)-

Penolakan terhadap rencana pemerintah mengenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas sembako dan jasa pendidikan (sekolah) terus bergema.

Seperti diketahui rencana pengenaan PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan ini tertuang dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Anggota Fraksi Golkar DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) tegas menyatakan penolakannya atas rencana tersebut.

Bahkan jikapun yang direncanakan dikenakan PPN hanya pada sembako “premium” dan jasa pendidikan (sekolah)  “premium” seperti swasta kategori tertentu (sekolah internasional), legislator yang akrab disapa Gus Adhi ini tetap menolak dan tidak setuju.

“Itu kebijakan yang diskriminatif, saya tegas menolak, tidak setuju,” kata Gus Adhi saat dihubungi, Selasa (15/6/2021).

Anggota DPR RI Dapil Bali ini mengungkapkan pemerintah tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif dengan merencanakan pengenaan PPN kepada sembako dan jasa pendidikan kendatipun misalnya dibatasi hanya yang dikategorikan “premium.” Terlebih apa yang dimaksud sembako dan jasa pendidikan premium ini juga bisa menimbulkan multiftafsir, perdebatan tersendiri.

“Peraturan hukum itu tidak bisa dibentuk secara diskriminatif. Hukum itu berlaku untuk semua. Kalau RUU KUP ini mengenakan PPN memilih pada sembako premium dan jasa pendidikan premium, tidak bagus seperti itu. Kalau pemerintah diskriminatif, disitulah bisa ada celah pelanggaran,” tegas Anggota Komisi II DPR RI ini.

Gus Adhi meminta pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan rencana pengenaan PPN pada sembako dan jasa pendidikan itu, jangan sampai malah pengaturan itu nantinya memberatkan rakyat. “Kebutuhan pokok dan pendidikan jangan dikenakan pajak dalam situasi sekarang. Semestinya pemerintah fokus menciptakan ketahanan pangan dan pendidikan yang berkualitas,” imbuhnya.

Dirinya pun berharap pemerintah membuat program yang kreatif ketimbang mengeluarkan kebijakan yang akan membuat rakyat makin susah. “Mendingan pemerintah membuat program kreatif meningkatkan pendapatan dari bukan pajak. Jangan sekarang pangan yang merupakan kebutuhan pokok dan jasa pendikan dikenakan pajak,” kata Gus Adhi yang juga Ketua Depidar SOKSI Bali ini.

Saat disinggung kembali soal sembako premium ini, ketimbang pemerintah mengenakaan PPN yang akan berdampak langsung kepada konsumen, Gus Adhi menyarakan lebih baik dikaji kemungkinan meningkatkan bea masuk produk pangan/sembako impor.

“Misalnya buah impor, beras impor untuk yang kita tingkatkan bea masuknya sehingga tidak membunuh hasil pertanian lokal. Kalau begitu yang kena kan pengusaha importir bukan ke konsumen langsung,” ujarnya lantas mengingatkan akibat dampak pandemi Covid-19 yang meluluhlantahkan perekonomian, baik orang miskin maupun orang kaya semuanya kena dampak, orang kaya pun banyak yang jadi jatuh miskin.

Kembali soal pengenaan PPN atas jasa pendidikan atau sekolah, Gus Adhi menegaskan hal itu merupakan kebijakan yang keliru serta serta bertentangan dengan amanat kontitusi UUD 1945 serta tujuan dibentukannya negara republik Indonesia yang salah satunya adalah mencedaskan kehidupan bangsa.

Ketua Yayasan Pendidikan Ngurah Rai ini menilai pengenaan pajak di sektor jasa pendidikan bisa jadi merupakan bentuk pembangkangan dan pelangaran pemerintah terhadap amanat konstitusi UUD 1945.

Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 mengamankan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Sementara Pasal 31 Ayat 2 berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

“Pemerintah jangan melanggar konstitusi dengan mengenakan PPN untuk sektor jasa pendikan,” pungkas politisi Golkar asal Kerobokan, Badung yang juga Ketua Harian Depinas SOKSI ini. (wid)