Para tokoh saat menggelar konferensi pers menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu KPK di Jakarta, Jumat (4/10/2019). (Foto: Sasmito Madrim/VOA)

Sejumlah tokoh nasional dan mahasiswa mendukung Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK.

Sejumlah tokoh nasional yang sebelumnya bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara menyatakan penerbitan Perppu oleh presiden merupakan langkah konstitusional. Hal tersebut diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan dapat dilihat di tafsiran Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Pernyataan tersebut disampaikan para tokoh nasional menyusul gelombang penolakan rencana keluarnya Perppu KPK oleh partai politik dan pernyataan sebagian pihak soal penggulingan presiden.

Mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki menjelaskan aturan soal penggulingan presiden karena mengeluarkan Perppu tidak ditemukan dalam konstitusi Indonesia. Menurutnya, presiden hanya dapat dijatuhkan karena pelanggaran dan pidana berat seperti korupsi dan pengkhianatan.

Mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)
Mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)

Itu pun melalui proses di Mahkamah Konstitusi. Karena itulah, Ruki dan para tokoh nasional siap mendukung dan memberikan masukan terkait isi dari Perppu KPK jika diminta Presiden Jokowi.

“Pengeluaran Perppu ini bahwa Presiden Jokowi akan menunjukkan ke publik bahwa presiden memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi. Karena itu saya didukung oleh para senior untuk mengeluarkan Perppu. Soal isinya kita bisa rundingkan,” jelas Taufiequrachman Ruki di Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Ahli tata negara Bivitri Susanti menambahkan pihaknya juga tidak sependapat dengan pernyataan para politikus yang menyebut keluarnya Perppu KPK akan mempermalukan Presiden Jokowi. Justru, kata dia, keluarnya Perppu KPK tersebut menunjukkan sikap responsif presiden terhadap suara masyarakat tentang pemberantasan koruspi.

“Kalau presiden mengeluarkan Perppu artinya beliau responsif terhadap yang disuarakan senior-senior dan adik-adik mahasiswa. Jadi ini pemerintahan yang responsif kalau bisa melihat dinamika di luar dan menuangkan dalam bentuk kebijakan,” jelas Bivitri.

Bivitri juga mengingatkan elite politik untuk tidak membawa logika yang menyesatkan dan meresahkan publik soal Perppu. Ia juga mengingatkan politikus untuk tidak mengancam presiden dengan wacana penggulingan.

Ahli tata negara, Bivitri Susant,i usai menggelar konferensi pers bersama tokoh nasional di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)
Ahli tata negara, Bivitri Susant,i usai menggelar konferensi pers bersama tokoh nasional di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)

Beberapa tokoh nasional yang sudah tergolong tua ini juga siap turun ke jalan jika nantinya Presiden Jokowi tidak jadi menerbitkan Perppu sesuai dengan rencana setelah pertemuan di Istana Negara pada 26 September 2019.

BEM SI Tunggu Diskusi Terbuka dengan Jokowi

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Jakarta Muhamad Abdul Basit mengatakan Aliansi BEM Seluruh Indonesia masih menunggu undangan dari Presiden Joko Widodo untuk berdiskusi secara terbuka. Menurutnya, dialog terbuka tersebut diperlukan agar semua mahasiswa di luar Jakarta juga ikut menyaksikan.

“Kita minta disiarkan di televisi nasional. Kita masih menunggu kalau misalkan dari Pak Jokowinya untuk bertemu mahasiswa. Karena ini keresahan dari kawan-kawan daerah juga, Sumatera, Kalimantan dan lainnya,” jelas Muhamad Abdul Basit saat dihubungi VOA, Sabtu (5/10/2019).

Abdul Basit menambahkan ada sekitar 130an BEM yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia ini. Akhir bulan lalu, Aliansi BEM SI menolak bertemu dengan Presiden Jokowi di ruang pertemuan tertutup di Istana Negara. Selain alasan siaran langsung di televisi, BEM SI kala itu khawatir gerakan mahasiswa akan pecah jika yang datang hanya sejumlah perwakilan seperti pada tahun 2015.

Adapun yang menjadi tuntutan BEM SI di antaranya, yaitu pembatalan sejumlah RUU yang bermasalah, kriminalisasi aktivis, hingga penanganan kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah. [sm/jm] (VOA)