Sharif Cicip Sutardjo

Jakarta (Metrobali.com)-

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Badan Organisasi Pangan Dunia (FAO) memperkuat kerja sama dan kemitraan dalam pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Ini diwujudkan melalui pertemuan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo dengan pihak FAO Direktur Jenderal Jose Graziano Da Silva. Kerja sama tersebut merupakan salah satu prioritas kerja sama bilateral, dalam membahas tindak lanjut memorandum of understanding (MoU) yang ditanda tangani pada 27 Mei 2013 lalu di Jakarta. Penguatan kerja sama bilateral ini merupakan kemitraan penting dan strategis antara KKP dan FAO, guna mendukung ketahanan pangan dan gizi baik di tingkat nasional, regional maupun global. Mengingat, harga pangan dunia yang cenderung berfluktuasi, sebab itu berbagai kebijakan, program, dan investasi lebih banyak diarahkan untuk memperkuat ketahanan pangan. Ketahanan dan kemandirian pangan punsaat ini menjadi fokus perhatian kebijakan pemerintah Indonesia. Hal itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo pada sebuah pertemuan bilateral dengan Direktur Jenderal FAO Jose Graziano Da Silva di Roma, Italia, Kamis(18/9).

Dalam kunjungan ke Markas Besar FAO tersebut, Sharif berkesempatan untuk melakukan pertemuan dengan para ahli dan pakar dari FAO yang saat ini tengah mengerjakan berbagai program/project di Indonesia. Perlu diketahui, sejak tahun 2013 program kerja sama KKP-FAO telah dilaksanakan sebanyak 16 program. Sementara untuk tahun ini, telah dikembangkan sebanyak 13 program/proyek baru antara FAO dan Indonesia pada tahun 2014, dengan bantuan dana hibah mencapai 13.3 Juta dollar AS. Tak luput, terkait konsep Blue Economy di Indonesia juga telah dilaksanakan sebanyak 9 implementasi program dan kegiatan seperti, Rural Development Program in Nusa Tenggara Timur, SEAFDEC Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD) di Palembang, Kerja Sama Coral Triangle Initiative (CTI), Program Lahan Gambut di Kalimantan bekerja sama dengan Norwegian Redd+ dimana Pogram Pengembangan Budidaya Perikanan masuk di dalamnya, FAO Regional Rice Fish Initiative Project Fase II, Mangrove Project, INDESO (Infrastructure Development for Space Oceanography) Project, dan Program Peningkatan Kapasitas SDM melalui South-South Cooperation dan Triangular Cooperation.

Selain itu, dalam kesempatan tersebut, Sharif menyatakan KKP bersama FAO berkonsistensi untuk terus melanjutkan kerja sama dalam memerangi kegiatan illegal fishing. Hasilnya, sebagai upaya penguatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan kerja sama bilateral ini akan dilanjutkan melalui Proyek Infrastructure Development for Space Oceanography (INDESO) yang saat ini tengah berjalan. INDESO sendiri memiliki nilai strategis untuk memantau kondisi perairan Indonesia serta upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia. Selain itu, proyek INDESO merupakan upaya nyata pemerintah dalam memantau dan menjaga Perairan Indonesia, terutama di wilayah Coral Triangle (CT). Di sisi lain, dalam pertemuan tersebut Sharif secara resmi menyerahkan sebuah patung ukiran kayu berbentuk Ikan Purba Coelacanth (Latimeria Menadoensis) dengan skala 1 : 1 dan ukuran panjang 1.2 meter. Rencananya, patung tersebut akan dipajang di Ruang Indonesia, Gedung FAO Roma. Selain pemberian tersebut, Sharif turut pula menyumbangkan sejumlah buku untuk melengkapi koleksi perpustakaan FAO.

Sebagai informasi tambahan, sektor perikanan mampu menyediakan sumber penting bagi pemenuhan sumber makanan, pendapatan dan pekerjaan.. Jutaan manusia bergantung kepada perikanan sebagai mata pencaharian, sehingga perlu keterlibatan semua stakeholder untuk mengelola perikanan guna menjamin kecukupan ikan untuk generasi mendatang. Seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk tentu akan diikuti dengan terus meningkatnya kebutuhan pangan. Menurut laporan FAO, hingga tahun 2020 permintaan dunia akan makanan laut meningkat hingga sebesar 1,5 persen. Sementara produksi perikanan budidaya dunia, telah melampaui produksi daging sapi. Pada Tahun 2012 misalnya, produksi perikanan budidaya dunia telah mencapai 66 juta ton, angka tersebut melebihi produksi daging sapi yang hanya mencapai 63 juta ton. Terkait hal itu, tak salah jika Indonesia dinilai memiliki posisi utama di sektor perikanan dunia. Diproyeksikan Indonesia akan mengambil keuntungan dengan memasok 70 persen pasokan ikan dunia. Indonesia tidak sendiri melainkan bersama dengan negara-negara Asia lainnya seperti Tiongkok, Jepang dan negara-negara kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara lainnya. Perlu diketahui, Indonesia merupakan satu dari 38 negara di dunia yang berhasil mengurangi jumlah penduduk kelaparan dan kekurangan gizi lebih dari 50 persen, yaitu dari 20 persen pada 1990 menjadi 8,6 persen pada 2012. Artinya Indonesia mampu mencapai Millenium Deve-lopment Goals (MDG) dengan sasaran nomor satu, yaitu mengurangi kelaparan dan kemiskinan. Capaian ini dua tahun lebih cepat dari target di tahun 2015.

Seiring dengan itu, Sharif menyampaikan apresiasinya, atas keberhasilan FAO karena telah berhasil mengesahkan Pedoman Internasional tentang Pengamanan Perikanan Skala Kecil Berkelanjutan (International Guidelines On Securing Sustainable Smallscale Fisheries) pada pertemuan COFI pada 31 Juni 2014 lalu. Sebagai informasi, sebelumnya pada tahun 2011 lalu, Komite FAO merekomendasikan pedoman pengembangan pedoman internasional tentang perikanan skala kecil. Pedoman ini didasarkan pada pengakuan peningkatan perikanan skala kecil sebagai kontributor utama untuk pengentasan kemiskinan dan makanan. Sementara tujuan dari pedoman ini adalah untuk memberikan informasi, memberikan saran dan rekomendasi, dan untuk menetapkan prinsip-prinsip dan kriteria untuk membantu negara-negara dan para pemangku kepentingan untuk mencapai perikanan skala kecil yang aman dan berkelanjutan serta mata pencaharian yang terkait. Pedoman dikembangkan melalui proses konsultasi yang melibatkan pemerintah, organisasi regional, organisasi masyarakat sipil dan nelayan skala kecil. “Indonesia secara sukarela ingin memimpin gugus tugas ini dan mengusulkan agar Aliansi dapat menghasilkan rancangan garis besar dari Pedoman Sukarela tentang Blue Iniative dan Ketahanan Pangan,” jelasnya.

Adapun pedoman internasional berkelanjutan ini, sebagai bagian penting pengaturan perikanan yang menjadi bagian dari tata laksana perikanan yang bertanggung jawab Telah disahkannya pedoman ini, sejalan dengan komitmen Indonesia yang telah menjalankan Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF). Oleh karena itu, lanjut Sharif pedoman ini dapat menyelesaikan dan menjadi pelengkap prinsip-prinsip yang terkandung di CCRF. Sejalan dengan itu, KKP berkonsistensi menerapkan CCCRF dengan baik di tingkat nasional dan lokal, terutama untuk disebarluaskan kepada nelayan skala kecil di Indonesia. Lewat pedoman CCRF diharapkan ikan dan produk ikan dapat tersedia bagi generasi sekarang dan mendatang.

Sejalan dengan tugas FAO dalam menghilangkan kelaparan, kemiskinan, gizi buruk sangat berkaitan erat dengan peran KKP sebagai garda terdapan dalam mendukung ketahanan dan kemandirian pangan. Sektor perikanan memiliki arti penting dalam mendukung rantai ketahanan pangan, dimana kebutuhan protein dapat dipenuhi oleh sumber daya perikanan, baik dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk itu, KKP konsisten mengembangkan sistem kelautan dan perikanan terpadu dengan mengadopsi Blue Economy. Konsep Blue Economy menjadi salah satu strategi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Konsep yang diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini terus mendapat dukungan positif baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, KKP pun telah mengintegrasikan Blue Economy dalam Rencana Lima Tahun Pembangunan Nasional (2014-2019) dan Rencana Strategis KKP di tahun 2015-2019. Di sisi lain, Indonesia menginginkan FAO agar memberi dukungan penuh dalam memperkuat implementasi Blue Economy. Semisalnya, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi Indonesia untuk diperbantukan di markas utama FAO. “Selain itu, saya mengusulkan dukungan teknis dari FAO untuk melaksanakan pilot project bersama Blue Economy di wilayah Lombok,” ungkap Sharif. Selain itu, rencananya terkait isu strategis di laut serta yang berkaitan dengan perubahan iklim, akan disampaikan dalam KTT PBB 2014 di New York dan di Grenada pada tahun 2015.

Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi,Kementerian Kelautan dan Perikanan (Telp. 021-3520350) . AN-MB