Foto: Anggota Komisi II DPRD Bali Grace Anastasia Surya Widjaya.

Denpasar (Metrobali.com)-

Kemajuan peradaban manusia membawa dampak positif sekaligus negatif bagi manusia itu sendiri. Dalam sektor pertanian, sisi positif dari kemajuan teknologi pertanian, membawa pada hasil pertanian yang berlipat ganda.

Tanaman pertanian dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, karena adanya rekayasa genetik terhadap tanaman tersebut, sekaligus juga dijaga pertumbuhannya dengan pupuk dan pestisida yang diproduksi dengan rekayasa kimia.

Dampak negatif yang dirasakan adalah adanya gangguan kesehatan, jika produk pertanian tetap dipertahankan dengan pola bertani dengan mengandalkan bahan-bahan kimia dalam menjaga tumbuh kembang tanaman pertanian.

Kesadaran tersebut kemudian menjadikan adanya penerapan pola bertani yang menghasilkan produk pertanian organik, yang lebih menekankan pada pola bertani dengan mempergunakan sarana produksi pertanian yang berasal dari bahan non kimiawi.

“Pemerintah Daerah Bali sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Sistem Pertanian Organik, hal ini bagus, sebagai langkah responsif pemerintah,” kata Anggota Komisi II DPRD Bali yang membidangi ekonomi, pertanian, pariwisata dan keuangan Grace Anastasia Surya Widjaya, Senin (13/1/2020).

Akan tetapi, lanjut Anggota DPRD Bali Dapil Denpasar dari PSI (Partai Solidaritas Indonesia) ini, apa yang diamanatkan Perda Sistem Pertanian Organik ini tidak serta merta dapat diterapkan di masyarakat petani.

Ada beberapa hal yang melatarbelakanginya diantaranya. Pertama, perubahan perilaku bertani, dari penggunaan sarana pertanian non organik ke organik membutuhkan waktu dalam merubah kebiasaan tersebut.

Kedua, hasil pertanian di masa awal penggunaan sarana pertanian organik, tentu tidak akan sama dengan hasil bertani dengan penggunaan sarana bertani berbahan kimia, yang selama ini dipergunakan.

“Hal ini akan memicu keengganan petani untuk merubah pola bertaninya. Karena hal ini juga berkaitan dengan pendapatan yang diterima petani dari penjualan hasil pertaniannya,” imbuh Grace Anastasia.

Ketiga, kurangnya ketersediaan sarana bertani organik, seperti penyediaan kompos, atau pestisida organik. “Jumlah sarana yang cukup dan tidak simultan ketersediaannya, menjadi faktor kebimbangan dalam menerapkan sistem pertanian organik,” kata Grace Anastasia.

Paling tidak, tegas Grace Anastasia, ketiga hal tersebut perlu dijawab oleh pemerintah daerah Bali, untuk dipastikan keberlangsungannya, dan perlu ditegaskan pada saat sosialisasi dilakukan.

“Penerapan sistem pertanian organik, membutuhkan perencanaan yang matang dalam perencanaannya,” tegas Grace Anastasia lantas menambahkan peran seluruh masyarakat sangat penting untuk menunjang penerapan sistem pertanian organik ini.

Sebagai contoh penyediaan kompos, sebagai pengganti pupuk kimia, dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat di masing masing rumah tangga. Kemudian dijual kepada koperasi atau BUMDes yang kemudian disalurkan kepada petani.

“Untuk masalah kompos ini saja, membutuhkan waktu yang tidak sedikit, dalam upaya menjaminkan ketersediaan pupuk bagi petani, belum lagi penyediaan sarana pertanian lainnya,” imbuh Grace Anastasia

Menurut Grace, DPRD dalam fungsi legislasinya, dapat mendorong melalui peraturan daerah, beberapa hal pokok dalam menunjang penerapan sistem pertanian organik.

Sebagai misal, diperlukan Perda tentang Pengolahan Sampah Rumah Tangga, yang mendorong perubahan perilaku masyarakat dari kebiasaan membuang sampah menjadi mengolah sampah, yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan pupuk organik bagi para petani tanaman organik.

Kemudian Perda tentang Tata Niaga Hasil Pertanian Organik, yang mendorong agar hasil pertanian organik wajib untuk diserap oleh para pengusaha retail, seperti minimart, supermarket, dalam upaya menjamin pemasaran hasil pertanian organik.

Secara bertahap, pertanian organik akan dapat terwujud, jika seluruh stakeholder dalam pemerintahan dan masyarakat memiliki komitment kuat dan bersungguh-sungguh untuk menerapkan sistem pertanian organik di Provinsi Bali.

“Jangan sampai pemerintah daerah hanya bergerak dalam tataran wacana saja, perlu langkah kongkrit secara bertahap dan konsisten,” tutup Grace Anastasia. (dan)