Foto: I Dewa Gede Alit Saputra yang akrab disapa Dewa Kayonan maju sebagai Caleg DPRD Klungkung. Kiprahnya dalam pelestarian budaya tidak diragukan lagi lewat Sanggar Kayonan di Klungkung.

Klungkung (Metrobali.com)-

Tokoh seniman dan budayawan I Dewa Gede Alit Saputra yang akrab disapa Dewa Kayonan kembali tarung maju sebagai Caleg DPRD Klungkung dari Dapil Kecamatan Klungkung lewat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Pemilu 2024. Pria yang juga Ketua DPD PSI Klungkung ini mengaku tidak kapok dengan pengalaman-pengalaman pahit sebelumnya saat dirinya pernah maju nyaleg di Pemilu 2019 dari partai dan dapil yang sama.

Ia justru bertekad untuk terus berjuang dan tidak mau seperti keledai yang jatuh di lubang yang sama. Pihaknya bertekad membawa PSI tidak hanya pecah telur tapi juga merebut satu Fraksi di DPRD Klungkung di Pileg 2024.

“Kita ulang perjuangan untuk menjadi wakil rakyat di DPRD Klungkung dan membawa PSI pecah telur dan Astungkara bisa satu Fraksi di DPRD Klungkung. Kita tidak pernah kapok, belajar dari pengalaman. Kita tidak mau seperti keledai jatuh di lubang yang sama,” tegas Dewa Kayonan belum lama ini.

Tokoh seniman dan budayawan dengan menjalankan aktivitas pelestarian seni budaya lewat Sanggar Kayonan di Klungkung juga mengakui perjuangan di tahun 2019 sebagai caleg PSI yang tarung ke DPRD Klungkung belum menusuk walaupun perjuangan saat itu lebih pada Ngayah di jalur kesenian.

“Walaupun pada kenyataannya kita sudah uji coba di tahun 2019 kemarin memang belum menusuk, belum betul-betul “Nebek”, karena apa yang kita lakukan di kesenian sebagai pengabdian Ngayah, dibayar atau tidak di bayar, karena itu ketulusan,” ujar pendiri Sanggar Kayonan yang beralamat di Desa Adat Kemoning, Kelurahan Semarapura Klod, Klungkung, Bali ini didirikan pada tanggal 8 Juni 1992 yang artinya kini sudah berusia 31 tahun ini.

Dewa Kayonan menambahkan orang-orang bahkan mengira apa yang pernah diperjuangkan sebelumnya tentu akan mendapat imbal balik. Namun ternyata itu bertolak belakang karena menurut Dewa Kayonan pragmatisme di masyarakat masih sangat kental. “Pragmatisme ternyata masih kental sekali di masyarakat. Ini yang harus kita kikis secara perlahan, karena apa yang pernah kita lakukan pada saat tertentu itu seketika dilupakan,” ungkapnya.

Dewa Kayonan mengatakan lebih lanjut  masih ada rasa ketakutan untuk mendukung calon-calon tertentu dan masyarakata pemilih masih dibayang-bayangi money politik atau politik uang. Sementara PSI sendiri tetap memegang teguh spirit politik tanpa mahar. “Karena ada rasa ketakutan ketika harus mendukung si A karena si B sudah memberikan sesuatu lebih. Sehingga kita yang tidak berupa RP yang tidak berupa Rupiah itu menjadi terlupakan. Nah kita belajar dari pengalaman itu,” tuturnya lebih lanjut.

Terkait dengan popularitas, seorang Dewa Kayonan tentu tidak perlu diragukan lagi. Tidak hanya di Klungkung, sepak terjang Dewa Kayonan juga dikenal di seluruh Bali. Namun tetap diakui politik itu memiliki misteri tersendiri. “Kita tidak pernah tahu, popularitas juga bukan jaminan, tapi intinya kita tetap berjuang, berkarya, hadir kerja untuk rakyat,” tegasnya.

Diakui PSI memang partai baru di dunia perpolitikan Indonesia, namun dirinya mengaku tidak silau dengan nama besar partai-partai lainnya. Perjuangan PSI harus terus berlanjut. “Begitupun saat di lapangan nanti kita tentu tidak bisa dibandingkan dengan partai besar yang oligarki, yang selama ini memang membuat orang silau karena kebesarannya. Kita tahu diri bahwa kita partai baru, tapi perjuangan tidak berhenti sampai di sini,” katanya.

Dewa Kayonan mengungkapkan PSI memiliki cara dan style sendiri untuk berjuang. PSI juga memiliki pendekatan-pendekatan sosial untuk merebut hati masyarakat. Dewa Kayonan menyebut selama ini belum ada anggota DPRD Klungkung yang serius memperjuangkan seni, budaya dan adat di Klungkung. Sehingga praktis kesenian itu berkembang dan berjalan sendiri. Oleh karena itu disinilah pentingnya dukungan dari segi legislasi dan sebagainya.

“Karena selama ini seni budaya dan adat belum pernah dalam sejarah di Klungkung, anggota DPRD yang memperjuangkan itu yang bicara tentang itu, sehingga di lapangan praktis kesenian itu berkembang dan berjalan sendiri sendiri. Kalau tidak ada yang mensupport, tidak ada yang memback-up dari segi legislasinya dan apapun itu seniman di lapangan seperti tidak ada, tidak punya orang tua yang mengasuh mereka. Disitulah salah satu titik tolak perjuangan saya jika terpilih di legislatif nanti,” pungkas Dewa Kayonan. (wid)