Tertuduh dan penuduh disumpah pocong daripada berakhir carok

Ilustrasi. Calon legeslatif (caleg) dari Partai Nasdem David HS melakukan sumpah pocong di Alun-alun Jember, Jawa Timur, Senin (22/4). Sumpah pocong itu dilakukan sebelum menyerahkan pendaftaran ke KPUD Jember, dan dalam sumpahnya siap untuk jujur serta tidak korupsi jika jadi anggota dewan. (FOTO ANTARA/Seno S.)
Pamekasan (Metrobali.com)-
Warga Desa Palengaan Daya, Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur, menggelar ritual sumpah pocong di Masjid Baital-Makmur di wilayah setempat terkait tuduhan terhadap pemilik dan penuduh praktik dukun santet, Selasa (14/7) malam.

Ritual sumpah pocong adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal dunia (pocong).

“Kejadian malam hari ini diawali peristiwa saat kejadian malam Sabtu kemarin di mana bapak Asmari meninggal dunia. Beredar fitnah meninggalnya bapak Asmari akibat disantet oleh bapak Said,” kata tokoh agama di Desa Palengaan KH Sattar saat menyampaikan sambutan sebelum ritual sumpah pocong itu digelar.

Sumpah pocong yang digelar di Masjid Baital-Makmur Dusun Kembang 1, Desa Palengaan Daya kecamatan Palenggaan itu dimulai sekitar pukul 20.00 WIB.

Warga yang menuduh Said memiliki ilmu santet itu bernama Sanadin Umar, juga warga Desa Palengaan Daya.

Sebelum proses sumpah pocong dimulai, terlebih dahulu diawali acara sambutan-sambutan dari aparat Polsek dan Koramil Palengaan, serta tokoh agama setempat.

Selanjutnya sumpah pocong itupun dimulai dengan pembacaan Alfatihah yang dipimpin oleh KH Makmun.

Tertuduh dan penuduh lalu dibungkus oleh kain kafan, dan prosesi ritual sumpah dipimpin oleh KH Hadari.

“Ikuti yang saya ucapkan ini,” pinta Hadari, lalu memulai kalimat sumpah dengan pembacaan dua kalimat syahad, yakni kalimat persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Selama proses sumpah berlangsung, suasana di masjid itu terlihat tegang, hening dan hadirin menyimak kalimat per kalimat yang diucapkan terduga pemilik ilmu santet yang dipandu oleh KH Hadari itu.

Keluarga kedua belah pihak, baik penuduh ataupun tertuduh juga hadir dalam kegiatan itu. Tepat pukul 20.35 WIB, proses sumpah pocong itupun berakhir.

“Lebih baik memang seperti ini, daripada harus berakhir dengan percekcokan dan pada akhirnya terjadi perkelahian atau carok,” kata KH Sattar.

Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini.

Sumpah ini merupakan ritual tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat dan digelar untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali.

Berdasarkan kepercayaan masyarakat di Desa Palengaan Daya ini, apabila keterangan atau janjinya yang diucapkan tidak benar, yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Allah SWT.

Laknat dalam kepercayaan masyarakat di Desa Palengaan ini, semisal yang bersangkutan akan segera mengalami musibah, yang menyebabkan ia meninggal dunia, apabila yang dituduhkan memang terjadi.

Di Pulau Madura, tradisi adat dengan sumpah pocong tidak hanya biasa dilakukan di Kabupaten Pamekasan, akan tetapi juga di Kabupaten Sampang. Masjid yang biasa digunakan masyarakat bersumpah pocong ialah masjid Madegan, yakni masjid tua di Kelurahan Madegan, Kecamatan Kota, Sampang. AN-MB