Teror New York - Sayfullo Saipov teradikalisasi di AS

Sayfullo Saipov, tersangka pelaku teror di New York, 31 Oktober 2017. (Reuters)

Tashkent/Almaty (Metrobali.com)-

Sayfullo Saipov, imigran Uzbekistan yang menjadi tersangka pembunuh delapan orang di New York dengan menabrakkan truk sewannya ke jalur sepeda, makin rajin mempelajari agama justru setelah pindah ke Amerika Serikat, kata seorang rekannya sesama Uzbek.

Sang rekan yang memberikan kesaksian kepada Reuters ini mengaku dua bulan lalu berbicara dengan Saipov.

Polisi AS sendiri mengatakan Saipov memasuki AS pada 2010. Sebelum melakukan serangan, dia meninggalkan pesan yang menyatakan dia melancarkan aksi teror itu demi ISIS. Dia juga meneriakkan “Allahu Akbar”.

“Dia menjadi relijius selama momen (di AS),” kata Mirrakhmat Muminov, pengemudi truk dan aktivis komunitas Uzbek yang tinggal di Stow, Ohio, kepada Reuters via telepon.

Menurut dia, Saipov sebelumnya tinggal di Tashkent, ibu kota Uzbekistan.

“Dia mulai belajar agama di Amerika Serikat,” kata Muminov. Saipov tak bisa bebas belajar sebebas di AS selama tinggal di Uzbekistan.

Di Uzbekistan yang diperintah rezim otoriter dan mayoritas berpenduduk muslim serta bekas wilayah Uni Soviet sampai bubar pada 1991, praktik beragama memang diawasi ketat oleh pemerintah demi mencegah radikalisme.

Serangan teror ke New York itu membuka lagi militansi yang menjamur di Asia Tengah yang selama ini pemasok militan ISIS di Suriah dan Irak. Serangan itu juga paling tidak merupakan serangan maut keempat di AS yang dilakukan oleh keturunan Uzbek dalam setahun ini.

Seorang sumber keamanan di Kyrgyzstan yang bertetangga di Uzbekistan berkata kepada Reuters bahwa Saipov juga pernah tinggal di negeri itu dengan mengantongi identitas sementara, tepatnya di kota Uzgen yang berada di daerah yang kadang bergejolak, Lembah Ferghana, pada 2004.

Di AS, kata Muminov, Saipov tinggal di Stow selama dua atau tiga tahun. Mereka berdua bertemu lewat komunitas Uzbek. Saat itu Saipov juga bekerja sebagai sopir truk.

Muminov menyebut Saipov penyendiri karena tak punya banyak teman dan menghadapi kendala berbahasa Inggris.

“Dia menarik diri, gugupan, kadang agresif. Karena itulah dia penyendiri, dia hidup di dunianya sendiri,” kata Muminov yang mengaku terakhir berbicara dengan Saipov dua bulan lalu.

Jahon, kantor berita Uzbekistan, melaporkan bahwa Saipov lahir pada 8 Februari 1988 di Tashkent. Dia lulusan jurusan ekonomi yang kemudian bekerja sebagai akuntan di sebuah kota di kota itu. Dia tak punya catatan kriminal apa pun sehingga tidak pernah menjadi perhatian polisi.

Saipov memenangkan visa AS lewat program green card pada 2010. Tahun itu juga dia pergi ke AS yang kemudian menikahi seorang wanita keturunan Uzbek di sana.

Sejak 2010 dia tak pernah kembali ke Uzbekistan. Menurut Johan, keluarganya mempraktikkan Islam seperti pada umumnya penganut Islam di Uzbekistan dan tak pernah ada kaitannya dengan militan.

“Tetapi setelah pindah ke Amerika Serikat Saipov menjadi menarik diri dan jatuh di bawah pengaruh kelompok radikal,” lapor Jahon.

Serangan teror di New York oleh Saipov itu adalah serangan paling berdarah keempat sejak Serangan 11 September 2011.

Pada malam tahun baru lalu, seorang Uzbek membabibuta menembaki sebuah kelab malam di Istanbul untuk menewaskan 39 orang. April lalu, seorang keturunan Uzbek yang lahir di Kyrgyzstan meledakkan kereta metro di St Petersburg, Rusia, untuk menewaskan paling sedikit 14 orang, pada bulan yang sama seorang Uzbek menabrakkan truk ke kerumunan orang di Stockholm untuk menewaskan empat orang. Ant