Foto: Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali Dr. Nyoman Sugawa Korry dan jajaran usai menerima aspirasi dan keluhan dari Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Provinsi Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

Kondisi peternakan babi di Bali kini hampir”punah”. Pasalnya populasi ternak babi di Bali hampir berkurang 90 persen. Selain itu para peternak babi juga kesulitan beternak kembali (restocking) karena mahalnya harga bibit dan harga pakan.

Menyikapi kondisi ini Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali Dr. Nyoman Sugawa Korry meminta pemerintah memberikan perhatian serius membantu peternak dan menyelamatkan peternakan babi di Bali. Salah satunya Golkar mendorong Pemprov Bali memprogramkan restocking atau memberikan bantuan bibit ternak babi kepada para peternak.

Hal ini disampaikan Sugawa Korry saat menerima aspirasi Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Provinsi Bali I Ketut Hari Suyasa dan perwakilan peternak babi, di Kantor DPD Partai Golkar Provinsi Bali, Jumat (5/2/2021). Sugawa Korry didampingi sejumlah pengurus seperti Dr. Nengah Dauh Wijana (Sekretaris), Dr. Komang Suarsana (Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu), I Putu Gede Indriawan Karna alias Iwan Karna) (Wakil Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini).

Hari Suyasa, mengungkapkan peternakan babi di Bali mengalami tekanan pasca suspect African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika yang menyebabkan matinya ternak babi di Bali setahun lalu. Imbasnya populasi ternak babi di Bali yang dikelola peternakan rakyat berkurang drastis dari  hampir 1 juta ekor dan setelah wabah ASF menjadi hanya tersisa sekitar 90 ribu hingga 100 ribu ekor.

“Ada penurunan populasi yang sangat parah hampir 90 persen, yang tersisa hanya 10 persen,” ujar Hari Suyasa.

Ia mencontohkan tiga daerah di Bali yakni Badung, Tabanan dan Gianyar dari awalnya masing-masing ada populasi sekitar 75 ribu ekor ternak babi kini di masing-masing daerah yang tersisa hanya sekitar 6 ribu hingga 7 ribu. ” Bahkan di Denpasar hampir punah,” ujar Hari Suyasa.

Selain populasi ternak babi yang turun drastis, peternak babi juga kesulitan beternak kembali karena mahalnya harga bibit ternak babi ditambah lagi mahalnya harga pakan.Saat ini harga bibit ternak babi di kisaran Rp 1,2 juta hingga Rp 1,3 juta per 10 kilogram dari yang awalnya di kisaran Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu per 10 kilogram.

Sedikitnya populasi ternak babi berimbas pada mahalnya harga daging babi hidup maupun daging babi potong di pasaran dan konsumen. Saat ini harga daging babi potong di Bali menyentuh harga Rp 90 ribu per kilogram.

Namun ironisnya dengan mahalnya harga daging babi ini belum tentu peternak menikmati  untungnya karena mereka sudah tidak punya stok ternak babi akibat terkena wabah. “Ada persepsi dan opini peternak dapat untuk besar karena harga daging babi mahal. Itu tidak benar karena populasi babi yang ada tinggal 10 persen. Sebagian besar peternak yang terdampak wabah sama sekali tidak menikmati keuntungan dari mahalnya harga babi,” terang Hari Suyasa.

Menurut Hari Suyasa kondisi makin diperparah dengan masuknya kiriman daging babi “sampah” yang mengandung penyakit atau terdampak wabah ASF dari daerah Jawa seperti dari Solo, Jawa Tengah.

“Daging babi indukan yang berpenyakit dikirim ke Bali dengan harga sangat murah ke tukang potong di harga tidak lebih dari Rp 29 ribu per kilogram tapi di pasaran becek, di masyarakat tetap dijual dengan harga Rp 90 ribu per kilogram. Jadi ini artinya ada permainan tidak sehat belum lagi masyarakat mengkonsumsi daging babi yang tidak sehat,” ungkap Hari Suyasa.

GUPBI Bali lantas berterima kasih kepada Golkar Bali  yang telah menerima keluhan peternak dan khususnya juga kepada Sugawa Korry yang telah menyuarakan agar pemerintah membantu restocking atau pengadaan bibit babi bagi peternak.

Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali Dr. Nyoman Sugawa Korry mengaku prihatin dengan kondisi yang dihadapi peternak. “Kelangkaan ternak babi sebabkan harga jadi tinggi tapi belum tentu peternak dapat untung karena mereka tidak punya stok ternak babi, sudah kena penyakit. Pintu masuk kita kebobolan sehingga daging babi yang diduga membawa penyakit menghabiskan hampir 90 persen babi di Bali,” ujar Sugawa Korry.

Golkar Bali menindaklanjuti keluhan GUPBI Bali ini dengan merekomendasikan dan mendorong sejumlah hal yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi Bali. Pertama, Bali harus melakukan restocking bibit ternak babi. Golkar mendorong Pemprov Bali memberikan bantuan bibit babi kepada para peternak.

“Kami mendesak pemerintah menyiapkan anggaran yang cukup untuk menyediakan bibit yang sehat,” kata Sugawa Korry yang juga Wakil Ketua DPRD Bali ini.

Ia menegaskan akan mengawal program dan penganggaran restocking (penyediaan bantuan bibit babi) ini. Sebab sejauh ini ada program bantuan pertanian di APBD Induk Pemprov Bali tahun 2021yang dianggarkan sebesar Rp 10 miliar. Menurut Sugawa Korry  beberapa miliar dari anggaran tersebut bisa digunakan untuk bantuan bibit babi ini.

“Itu bisa digunakan untuk bantuan bibit babi, nanti lanjutkan di anggaran perubahan. Poinnya harus ada kesamaan visi bahwa perbabian ini strategis dan peternak harus segera dibantu. Kamis depan saya rapat dengan Badan Anggaran DPRD Bali, saya akan dorong lagi,” terang Sugawa Korry.

Kedua,  Golkar Bali juga mendorong Pemprov Bali melakukan upaya  pencegahan dan penanganan penyakit yang menyerang ternak babi seperti African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.

“Harus ada upaya serius baik pencegahan maupun pengobatannya seperti apa,” harap politisi Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.

Ketiga, Pemprov Bali perlu menegakkan Peraturan Gubernur Bali terkait pelarangan masuknya ternak babi  dan produknya dari luar Bali ke Bali. “Amankan pintu masuk Bali. Jangan ada kiriman babi sampah dan mengandung penyakit,” tegas Sugawa Korry.

Bagi Golkar Bali persoalan menyangkut ternak babi ini sangat strategis selain sebagai penggerak perekonomian di masa normal maupun di masa pandemi Covid-19 juga mengandung aspek budaya. Upacara ritual dan adat di Bali banyak yang menggunakan babi.

“Perbabian ini hal yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Harus diberikan perhatian khusus oleh pemerintah,” pungkas Sugawa Korry. (wid)