Teneng Noleh

Plt.Karo Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng,SP,M.SI. /MB

Denpasar (Metrobali.com)-
Pro kontra terkait pencabutan Peraturan Walikota Denpasar yang mengatur Zonasi ditanggapi Plt.Karo Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng,SP,M.SI. Dalam siaran persnya, Jumat (8/1), Ketut Teneng menegaskan kalau Gubernur Bali Made Mangku Pastika bertindak berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, bukan bentuk arogansi kekuasaan.

Selanjutnya, pria yang juga menjabat sebagai Inspektur Provinsi Bali ini membeber pertimbangan dan dasar hukum yang menjadi acuan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Nomor 2155/01-B/HK/2015 Tentang Pembatalan Peraturan Walikota Denpasar yang mengatur Zonasi. Pertama, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, pada pasal 36 ayat 3 poin c mengamanatkan  pengaturan zonasi di tingkat kabupaten/kota harus diatur dengan Perda (bukan peraturan bupati/walikota,red).

Selain itu, Perwali Nomor 14 Tahun 2014 yang mengatur Zonasi Kawasan Denpasar Utara dinilai bertentangan dengan Perda Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar. Dimana, dalam pasal 53 ayat 2 Perda RTRWP disebutkan mengenai ketentuan memantapkan fasilitas kesehatan yang telah dikembangkan pemerintah. Pada poin (d) pasal ini disebutkan secara jelas mengenai RS Indera (sekarang bernama RS Mata Bali Mandara,red). Sementara Perwali Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Peraturan Zonasi Kecamatan Denpasar Utara menetapkan lokasi RS Mata Bali Mandara di Jalan Angsoka berada pada Zonasi Pemerintahan (SU-1). Pada lampiran IV Perwali ini juga menyebutkan bahwa Rumah Sakit khusus tipe A,B,C tidak diijinkan pada zona ini.

Jika dikaji, Perwali Nomor 14 Tahun 2014 itu bertentangan pada aturan di atasnya yaitu Perda RTRW Kota Denpasar.
Atas dasar itulah, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah mengeluarkan SK Pembatalan Perwali Zonasi. Menurut Ketut Teneng, langkah Gubernur Pastika berpedoman pada ketentuan Pasal 251 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal tersebut memberi kewenangan kepada Gubernur untuk membatalkan Peraturan Walikota yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan/atau kesusilaan.

Dasar hukum lainnya adalah Pasal 91 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memiliki tugas untuk melakukan evaluasi dan supervisi, termasuk punya kewenangan membatalkan Perda/Perwali. “Itu yang kita pedomani dalam mengeluarkan sebuah kebijakan. Bukan arogansi kekuasaan,” tandasnya.

Semestinya, imbuh Teneng, seluruh pemangku kepentingan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Sejak Perwali itu dibatalkan dengan SK Gubernur, seharusnya ada itikad baik untuk menindaklanjuti,” ujar Teneng. Dalam diktum ketiga SK Gubernur Tentang Pembatalan Perwali Zonasi jelas disebutkan bahwa terhitung sejak 7 hari keputusan ini diterima, Walikota Denpasar harus menghentikan pelaksanaan Perwali Zonasi. Dalam kesempatan itu, Ketut Teneng kembali mengurai jika rencana pengembangan RS Mata Bali Mandara murni demi kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi. Dia juga menegaskan bahwa tak ada maksud-maksud tersembunyi dalam pembatalan Perwali tersebut. AD-MB